Konstitusi Negara Indonesia dan Implikasinya

konstitusi negara dan implikasinya

KONSTITUSI NEGARA INDONESIA DAN IMPLIKASINYA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

Diah Ayu Sari Yusmareta

diahayusariyusmareta@gmail.com

Program Studi Pendidikan Sejarah  Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial 

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan 

Universitas Jember

Abstrak

Dalam sebuah negara, konstitusi adalah sebuah landasan hukum yang paling mendasar yang melingkupi penciptaan mengenai bentuk-bentuk hukum yang sah setelahnya. Pada umumnya konstitusi ini adalah suatu refleksi dari sebuah identitas nasional yang berasal dari negaranya. Namun dalam hal ini tidak berlakunya bagi pendudukan Jepang. Konstitusi yang dianut oleh Jepang sendiri adalah suatu hasil dari sejarah Perang Dunia. Misalkan seperti konstitusi pada tahun 1947 yang mana hal ini adalah sebuah pengganti dari Konstitusi Meiji yang pada keseluruhannya dibentuk langsung oleh campur tangan orang asing, yaitu Amerika Serikat adalah sebagai pemimpin kekuatan dari kubu Aliansi. Konstitusi ini adalah suatu hukum tertinggi dari suatu negara dan Indonesia sendiri memiliki Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana konstitusi tertulis negara. Seperti yang dijelaskan dalam teori jenjang norma peraturan yang berada di bawah konstitusi atau sebagai hukum tertinggi tidak boleh bertentangan dengan konstitusi tersebut, oleh sebab itu kita harus menjaga agar konstitusi ini tetap terjaga sebagaimana mestinya maka dibentuklah sebuah Mahkamah Konstitusi salah satunya yang menjadi kewenangan lembaga tersebut yaitu pengujian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Kata Kunci : Perkembangan, Konstitusi, Indonesia

PENDAHULUAN

Dalam teori dan hubungan antara hukum dan politik dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu yang pertama sebagai dos sollen, yang mana hukum determinan atas politik dikarenakan setiap agenda politik harus tunduk pada aturan-aturan hukum, yang kedua yaitu sebagai das sein yaitu politik determinan atas hukum karena dalam faktanya hukum adalah produk politik sehingga hukum apa pun yang ada di depan kita tidak lain merupakan kristalisasi dari sebuah kehendak-kehendak politik yang saling bersaingan. Dan yang ketiga yaitu politik dan hukum yang berhubungan secara indeterminan karena politik tanpa hukum akan zalim sedangkan hukum tanpa pengawalan politik akan lumpuh. Berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwasannya karakter produk hukum yang senantiasa berkembang sebuah konfigurasi politik. Konfigurasi politik ini ada yang bersifat demokratis dan senantiasa diikuti oleh munculnya produk hukum yang responsif atau otonom. Sedangkan konfigurasi yang bersifat otoriter senantiasa disertai dengan munculnya sebuah hukum-hukum yang berkarakter konservatif atau ortodoks. Oleh sebab itu kararkter produk hukum merupakan sebuah kristalisasi dari sebuah konfigurasi politik yang melahirkan sesuatu dan maka dari itu setiap upaya untuk menghasilkan hukum yang berkarakter responsif harus dimulai dari sebuah upaya demokratisasi dalam kehidupan politik. 

Dan alasan lainnya yaitu dikarenakan sebuah produk hukum adalah suatu refleksi dari konfigurasi politik yang melahirkan sesuatu maka terdapat kemungkinan bahwasannya setiap produk hukum itu lebih sarat dengan muatan politik yang mungkin dapat bertentangan dengan hukum yang mempunyai kedudukan lebih tinggi yang menjadi dasarnya. Dengan kata lain, terdapat kemungkinan bahwasannya undang-undang sebagai produk politik memuat sebuah isi yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Dan apabila dihubungkan dengan suatu proses legislasi di Indonesia yang menjadi kewenangan dari Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat yang juga merupakan suatu lembaga politik. Oleh karenanya, sangat diperlukan suatu lembaga di luar lembaga politik sebagai neutralizer (penetral) yang mempunyai kewenangan untuk menilai apakah undang-undang yang dihasilkan oleh lembaga legislatif tersebut  dalam hal ini Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak melanggar hak asasi manusia dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang kedudukannya lebih tinggi. 

Dan disinilah peranan dari Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan yang baru dalam sebuah sistem ketatanegaraan Republik Indonesia sebagai neutralizer. Dimana salah satu wewenang dari Mahkamah Konstitusi sendiri adalah untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Setelah diberikannya kewenangan ini kepada Mahkamah Konstitusi bertujuan agar produk undang-undang yang dihasilkan tidak hanya surat dengan muatan politik juga menjadi hukum yang baik sebagai aturan bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain dari wewenang untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Selain dari wewenang untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, wewenang Mahkamah Konstitusi yang lain juga mengindikasikan bahwasannya dibentuknya Mahkamah Konstitusi adalah sebagai neutralizer agar semua proses-proses penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia seperti pembubaran partai politik dari impeachment Presiden dan wakil presiden. Semua hal ini menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memeriksanya. Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 24 C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berbunyi: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Hampir semua negara yang mengalami transisi ke demokrasi menjadikan reformasi konstitusi sebagai bagian takterpisahkan dari pembaharuan politik mereka. Demikian pentingnya reformasi konstitusi itu, sehingga kehadirannya dipandang sebagai suatu keharusan. Tidak jelas benar kapan suatu negara yang tengah mengalami transisi mulai melaksanakan reformasi konstitusi. Sejauh yang dapat dibaca dari berbagai literatur mengenai transisi ke demokrasi, pengalaman masing-masing negara dalam hal ini relatif berbeda. Idealnya, suatu konstitusi dibuat untuk memenuhi kebutuhan, yaitu terciptanya hubungan kekuasaan yang seimbang antara cabangcabang kekuasaan yang ada. Akan tetapi karena suatu konstitusi itu merupakan produk zamannya, tidak jarang ia ditulis untuk mengakomodasi kepentingan-kepentingan waktu itu. Karenanya, sebenarnya tanpa adanya perubahan besar pun, reformasi konstitusi dapat dilakukan, baik melalui cara amandemen, perubahan dan penggantian konstitusi. 

Hal ini dilakukan ketika suatu konstitusi sudah tidak lagi mampu mengakomodasi kepentingan zamannya di atas mana proses penyelenggaraan negara hendak ditumpukan. Bangsa Indonesia bukanlah milik perseorangan, atau pihak-pihak tertentu (partai yang berkuasa). Tanah air tercinta ini milik seluruh rakyat Indonesia yang diwariskan oleh para pendiri bangsa (the founding father) sebagai hasil dari perjuangan dan pengobanan seluruh rakyat Indonesia. Siapapun atau pihak manapun tidak berhak untuk mengeruk kekayaan negara untuk kepentingan pribadi atau golongannya, entah melalui praktek-praktek korupsi, setoran/upeti ataupun perampasan. Untuk menjamin keberlangsungan proses penyelenggaraan negara sesuai dengan fungsi dan tujuannya, keberadaan sistem konstitusi dan ketatanegaraan menjadi sangat penting.

METODE

Dalam penelitian ini sentral kajiannya adalah perkembangan konstitusi di Indonesia merupakan kajian Hukum Tata Negara, oleh karena itu bentuk penelitiannya termasuk penelitian hukum, yaitu sebagai penelitian yang menemukan hukum in concreto yang meliputi berbagai kegiatan untuk menemukan apakah yang merupakan hukum yang layak untuk ditepakan secara in concreto untuk menyesuaikan suatu yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Jenis penelitian yang digunakan untuk pendekatan ini adalah penelitian hukum normatif yang mencakup penelitian asas-asas hukum, atau disebut juga penelitian hukum yang doktrinal dengan menggunakan sumber hukum sekunder saja, yaitu peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, teori hukum dan pendapat para ahli, disamping itu penelitian hukum normatif bahan primernya terdiri atas Undang-Undang Dasar dan berbagai dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum, termasuk akte notaris dan kontrak. Sedangkan textbook, monograf, laporan penelitian dan sebagainya merupakan bahan sekunder Dalam penelitian ini yang akan digali adalah mengenai perkembangan konstitusi di Indonesia, penelitian ini merupakan penelitian sejarah mengenai konstitusi atau UUD yang berlaku di Indonesia sejak kemerdekaan, cara penelitian adalah dengan mengkaji Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Dasar lainnya yang pernah berlaku di Indonesia sebagai bahan hukum primer serta perundang-undangan lainnya, juga mengkaji beberapa literatur yang berkaitan dengan perkembangan konstitusi di Indonesia sebagai bahan hukum sekunder kemudian menganalisisnya dan menuangkan dalam tulisan ini dengan bentuk diskriptif analistis.

Kajian ini berbentuk kajian tinjauan. Sampel kajian dipilih secara Simple Random Sampling Techniques. Sampel yang digunakan dalam kajian ini ialah peserta didik pendidikan sejarah yang menempuh program sarjana strata satu (S1) di dua universitas pendidikan di Indonesia. Sampel universitas tersebut berada di daerah Jember, Jawa Timur dan Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Sampel kajian ialah peserta didik dari tahun angkatan 2013 dan 2012. Jumlah sampel kajian yang digunakan ialah berjumlah 400 peserta didik. Sebanyak 200 orang pelajar diambil dari salah satu universitas yang berada di Jember dan 200 lainnya dari universitas yang berada di Bandung. Kajian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner dan analisis dokumen. Instrumen kajian merupakan sebuah alat ukur untuk mendapatkan hasil daripada data dan informasi penyelidikan yang kita jalankan. Kuesioner yang digunakan dalam penyelidikan ini memiliki tiga bagian. Bagian pertama iaitu bagian ”A” merupakan bagian demografi peserta didik. Bahagian ini digunakan untuk mendapatkan informasi dan data tentang jenis kelamin pelajar dan juga tahun angkatan. Manakala pada bagian kedua iaitu bagian ”B” merupakan bagian identifikasi terhadap gaya belajar. Jumlah item soalan iaitu 20 item soal dengan menggunakan 40 set soal yang berpasangan ’a’ dan ’b’ pada setiap nombor soal. Sedangkan pada bagian ketiga yaitu bagian ”C” yang merupakan instrumen untuk mengukur tingkat kemahiran pemikiran sejarah pelajar. Jumlah item pada bagian C ialah berjumlah total 24 item. Item nombor 1 hingga 8 merupakan item untuk mengukur kemampuan identifikasi bukti, dan item nombor 9 hingga 16 mengukur mengenai kemampuan interpretasi. Sedangkan item soalan nombor 17 hingga 24 ialah mengukur tentang kemampuan rasionalisasi pelajar.

Sebelum instrument penelitian di edarkan, hendaknya penyelidik melakukan kajian rintis untuk melihat keakuratan instrument itu sendiri. Tujuan yang kedua ialah untuk mendapat referensi dan masukan dalam mengambil keputusan untuk memperbaiki item-item yang kemungkinan memiliki masalah. Sedangkan tujuan yang ketiga ialah untuk mengetahui durasi waktu yang diperlukan untuk menjawab satu set kuesioner. Secara garis besar, kajian rintis sangat diperlukan untuk mendapatkan kualitas instrument yang dapat mengukur dengan tepat konstruk-konstruk kajian yang telah ditetapkan. Kajian rintis telah dilakukan untuk mengetahui kualitas instrumen sebelum menggunakan instrumen tersebut pada kajian yang sesungguhnya. Kajian rintis menggunakan sampel berjumlah 30 orang pelajar di sebuah universiti pendidikan di daerah jember. Instrumen berupa kuesioner kemahiran pemikiran sejarah telah melalui proses analisis alpha cronbach. Analisis dengan menguji nilai alpha cronbach dilakukan untuk mengetahui keboleh percayaan atau kestabilan suatu instrumen penelitian. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen ini akan mendapatkan hasil yang sama ketika diuji cobakan kepada responden yang sama. 

PEMBAHASAN DAN HASIL

Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis, yaitu constituer berarti membentuk, yang dimaksud ialah membentuk suatu negara, dalam bahasa Inggris dipakai istilah constitution yang dalam bahasa Indonesia disebut konstitusi, dalam praktek dapat berarti lebih luas dari pada pengertian Undang-Undang Dasar, tetapi ada juga yang menyamakan dengan Undang-Undang Dasar (Dahlan Thaib, 2008 : 7). Dalam bahasa Latin, kata konstitusi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu cume adalah sebuah reposisi yang berarti bersama dengan……., dan statuere berasal dari kata sta yang membentuk kata kerja pokok stare yang berarti berdiri. Atas dasar itu maka kata statuere mempunyai arti membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan / menetapkan (Dahlan Thaib, 2008: 7). Pengertian konstitusi menurut bahasa Perancis, bahasa Inggris dan bahasa Latin, pada intinya adalah suatu ungkapan untuk membentuk, mendirikan/menetapkan, lebih lanjut dikenal dengan maksud pembentukan, penyusunan atau menyatakan suatu negara, maka dengan kata lain secara sederhana, konstitusi dapat diartikan sebagai suatu pernyataan tentang bentuk dan susunan suatu negara, yang dipersiapkan sebelum maupun sesudah berdirinya negara yang bersangkutan (Jazim Hamidi, 2009 : 87). 

Secara terminologi, pengertian konstitusi tidak hanya dipahami sesederhana itu, tetapi dapat dipahami secara lebih luas lagi, hal itu disebabkan karena semakin kompleksnya permasalahan dalam suatu negara, maka pendekatannya dalam memahami konstitusi bukan saja dilihat dari sudut pandang hukum, khusunya Hukum Tata Negara saja, tetapi harus pula dipahahi dari sudut pandang ilmu politik. Karena itu tidak mengherankan jika sebagian konstitusi akan lebih bermuatan politis ketimbang bermuatan yuridis. Lebih lanjut mengenai istilah konstitusi ini para Sarjana dan ilmuan Hukum Tata Negara terdapat perbedaan, sebagian ada yang berpendapat bahwa konstitusi sama dengan Undang-Undang Dasar, dengan dasar bahwa semua peraturan hukum itu harus ditulis, dan konstitusi yang tertulis itu adalah Undang-Undang Dasar. Ada pula yang berpendapat bahwa konstitusi tidak sama dengah Undang-Undang Dasar, dengan dasar bahwa tidak semua hal penting harus dimuat dalam konstitusi, melainkan hal-hal yang bersifat pokok saja.

UUD 1945 merupakan konstitusi tertulis, sebagai hukum tertinggi NKRI (the supreme law of the land). Sebagai konstitusi tertulis UUD 1945 mengimplementasikan suatu gagasan konstitusionalisme yang pada pokoknya menyatakan bahwa negara sebagai suatu organisasi kekuasaan harus dibatasi dalam menjalankan kekuasaannya supaya tidak terjadi kesewenangwenangan (arbitrary) oleh negara terhadap rakyat. Dengan adanya instrumen pembatasan kekuasaan negara dengan hukum itulah suatu negara, dalam perspektif lain, dianggap mengimplementasikan gagasan negara hukum (the rule of law, rechtsstaat). Pembatasan sebagaimana diuraikan di atas berlaku baik bagi negara maupun rakyat, sehingga dengan demikian menjadikan negara dan rakyat, masing-masing harus tunduk kepada hukum. Negara maupun rakyat harus menjunjung tinggi hukum (supremacy of law). Ketika terjadi pelanggaran terhadap hukum oleh siapapun, baik oleh rakyat maupun oleh pemegang kekuasaan negara haruslah diselesaikan sesuai dengan ketentuan hukum (due process of law) dengan tidak membeda-bedakan orang (equality before the law). Pengaturan terhadap hubungan konstitusional antara negara dan rakyat atau masyarakat, yang di dalamnya terdapat kepentingan-kepentingan konstitusional sebagai subjek konstitusional, dilakukan, antara lain, dengan menetapkan adanya hak atau kewenangan dan kewajiban konstitusional. Hak merupakan kemanfaatan bagi subjek konstitusional yang terpenuhinya secara efektif terjadi manakala subjek konstitusional lain yang berkewajiban menghormati dan/atau menjalankan kewajiban konstitusionalnya. Tanpa itu hak hanya merupakan ketentuan kosong yang tidak memiliki arti apa-apa. Tidak dijalankannya kewajiban dapat terjadi karena kesengajaan, kelalaian, atau kesalahpahaman, yang pada gilirannya menimbulkan terjadinya sengketa konstitusional. Sengketa konstitusional harus diselesaikan dengan menegakkan hukum dan keadilan konstitusional, sehingga subjek konstitusional yang berkewajiban menghormati dan/atau menunaikan kewajibannya dan subjek hukum yang berhak mendapatkan kemanfaatan dari hak yang dimilikinya. 

Negara merupakaan salah satu bentuk organisasi yang ada dalam kehidupan masyarakat. Pada prinsipnya setiaap warga mayaraka menjadi anggota dari suatu negara dan harus tunduk pada kekuasaan negara. Melalui kehidupan bernegara dengan pemerintah yang ada di dalamnya, masarakat ingin mewujutkan tujuan tujuan tertentu seperti terwujudnya kertentaraman, ketertiban, dan kesejahteraan masyrakat. Agar pemerintah suatu negara memiliki kekuasaan untuk mengatur kehidupan masayakat tidak bertindak seenaknya, maka ada system aturan tersebut menggambarakan suatu hierakhi atau pertindakan dalam aturan yang paliing tinggi tingkatanya sampai pada aturan yng paling rendah. Negara dan konstitusi adalah dwitunggal. Jika diibaratkan bangunan, negara sebagai pilar-pilar atau tembok tidak bisa berdiri kokoh tanpa pondasi yang kuat, yaitu konstitusi Indonesia. Hampir setiap negara mempunyai konstitusi, terlepas dari apakah konstitusi tersebut telah dilaksanakan dengan optimal atau belum. Yang jelas, konstitusi adalah perangkat negara yang perannya tak bisa dipandang sebelah mata.

Suatu kelompok manusia yang dianggap memiliki identitas bersama, dan mempunyai kesamaan bahasa, agama, budaya, dan sejarah. Dalam pengertian lainnya, bangsa adalah sekelompok manusia yang dipersatukan karena memiliki persamaan sejarah dan cita-cita yang mana mereka terikat di dalam satu tanah air. Sedangkan, pengertian bangsa dalam arti sosiologis/antropologis adalah perkumpulan orang yang saling membutuhkan dan berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama dalam suatu wilayah Sedangkan, dalam arti politis Pengertian Bangsa adalah suatu masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan tunduk pada kedaulatan negara sebagai satu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam. Dalam Insiklopedia Indonesia, dasar Negara berarti pedoman dalam mengatur kehidupan penyelenggaraan ketatanegaraan Negara yang mencakup berbagai kehidupan. Dasar Negara yang di gunakan di Indonesia adalah Pancasila, nilai-nilai luhur yang terkandung. Pancasila telah ada dalam kalbu bangsa jauh sebelum Indonesia merdeka.

Secara historis pengertian negara senantiasa berkembang sesuai dengan kondisi masyarakat ada saat itu. Pada zaman Yunani Kuno para ahli filsafat negara merumuskan pengertian negara secara beragam. Aristoteles yang hidup pada tahun 384-322 S.M., merumuskan negara dalam bukunya Politica, yang disebutnya sebagai negara polis. Yang pada saat itu asih dipahami negara masih dalam suatu wilayah yang dipahami negara masih dalam suatu wilayah yang kecil. Dalam pengertian itu negara disebut sebagai negara hukum, yang didalamnya terdapat sejumlah warga negara yang ikut dalam permusyawaratan (ecclesia). Oleh karena itu menurut Aristoteles keadilan merupakan syarat mutlak bagi terselenggarannya negara yang baik, demi terwujudnya cita-cita seluruh warganya. Pengertian lain tentang negara dikembangkan oleh Agustinus, yang merupakan tokoh Katolik. Ia membagi negara dalam dua pengertian yaitu Civitas Dei yang artinya negara Tuhan, dan Civites Terrena atau civites Diaboli yang artinya negara duniawi. Civites Tarrena ini ditolak Oleh Agustinus, sedangkan yang dianggap baik adalah negara Tuhan atau Civies Dei. Negara Tuhan bukanlah negara dari dunia ini. Melainkan jiwanya yang memiliki oleh sebagian atau beberapa orang di dunia ini untuk mencapainya. Adapun yang melaksanakan negara adalah Gereja yang mewakili negara Tuhan bukanlah negara dari dunia ini. Melainkan jiwanya yang dimiliki oleh sebagian atau beberapa orang di dunia ini untuk mencapainya. Adapun yang melaksanakan negara adalah Gereja yang mewakili negara Tuhan. Meskipun demikian bukan berarti apa yang diluar gereja itu terasing sama seklai dari Civites Dei (Kusnardi, 1995).

Machiavelli memandang negara daru sudut kenyataan bahwa dalam suatu negara harus ada sesuatu yang dimiliki oleh seorang pemimpin negara atau raja. Raja sebagai pemegang kekuasaan nengara tidak mungkin hanya mengandalkan kekuasaan hanya pada suatu moralitas atau kesusilaan. Kekacauan timbul dalam suatu negara karena lemahnya kekuasaan negara. Bahkan yang lebih terkenal lagi ajaran Machiavelli. Tentang tujuan yang dapat menghalalkan segala cara. Akibat ajaran ini muncullah berbagai praktek pelaksanaan kekuasaan negara yang otoriter, yang jauh dari nilai-nilai moral. Berikut ini konsep pengertian negara modern : Roger H. Soultou, mengemukakan bahwa negara adalah alat-alat agency atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Karakteristik Negara Indonesia memiliki suatu identitas untuk melambangkan keagungan suatu negara. Seperti negara Indonesia yang memiliki identitas yang dapat menjadi penciri atau pembangun jati diri bangsa Indonesia. Identitas Indonesia menjadikan bangsa Indonesia sebagai pemersatu dan simbol kehormatan negara. Selain itu identitas Nasional menjadikan negara Indonesia yang bermatabat di antara negara-negara lain yang memiliki beragam kebudayaan, agama, dan memiliki jiwa toleransi maupun solidaritas yang tinggi. Konstitusi atau undang-undang dasar (bahasa latin : constitutio) dalam negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan negara biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis. Hukum ini tidak mengatur hal-hal yang terperinci, melainkan hanya menjabarkan prinsip-prinsip yang menajdi dasar bagi peraturan-peraturan lainnya.

Dalam kasus bentukan negara, kontitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik dan hukum, istilah ini merujuk secara khusus untuk menetapkan konstitusi nasional sebagai prinsip-prinsip dasar politik, prinsip-prinsip dasar hukum termasuk dalam bentuk struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban pemerintahan negara pada umumnya. Konstitusi merujuk umumnya merujuk pada pinjaman hak kepada warga masyarakatnya. Istilah konstitusi dapat diterapkan kepada seluruh hukum yang mendefinisikan fungsi pemerintahan negara. Konstitusi pada dasarnya memiliki pengertian luas, yaitu keseluruhan peraturan baik tertulis maupuntidak tretulis yang mengatur secara mengikat mengenai cara penyelenggaraan suatu pemerintahan. Istilah konstitusi pada umumnya menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara. Sistem itu berupa kumpulanm peraturan yang membentuk, mengatur atau memenuhi negara. Peraturan perundang-undangan tersebut ada yang tretulis sebagai keputusan badan yang berwenang dan ada yang tidak tertulis yang berupa kebiasaan dalam praktik penyelenggaraan negara. Dengan demikian, pengertian konstitusi sampai dewasa ini dapat menunjuk pada peraturan ketatanegaraan baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

Istilah dalam bahasa Inggris “constitution” atau dalam bahasa Belanda “constitutie “ secara harfiah sering diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia undang-undang dasar. Permasalahannya penggunaan istilah undang-undang dasar adalah bahwa kita langsung membayangkan suatu naskah tertulis. Padahal istilah konstitusi bagi banyak sarjana ilmu politik merupakan sesuatu yang lebih luas, yaitu keseluruhan peraturan–peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Kebiasaan menerjemahkan istilah konstitusi menjadi undang-undang dasar, hal ini sesuai dengan kebiasaan orang Belanda dan Jerman, yang dalam percakapan sehari-hari memakai kata “Grondwet” (Grond = dasar; wet = undang-undang) dan grundgesetz (Grund = dasar ; gesetz = undangundang) yang keduanya menunjukkan naskah tertulis (Miriam Budiardjo, 2007: 95).

Pengertian konstitusi dalam praktik ketatanegaraan umumnya dapat mempunyai dua arti: a) lebih luas daripada undang-undang dasar; dan b) sama dengan pengertian undang-undang dasar. Kata konstitusi dapat mempunyai arti lebih luas daripada pengertian undang-undang dasar, karena pengertian undang-undang dasar hanya meliputi naskah tertulis saja dan di samping itu masih terdapat konstitusi yang tidak tertulis, yang tidak tercakup dalam undangundang dasar (Kaelan, 2004:180). Para penyusun Undang-Undang Dasar 1945 menganut arti konstitusi lebih luas daripada undangundang dasar, sebab dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dikatakan: ”Undang-Undang Dasar suatu Negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu. Undang-Undang Dasar adalah hukum yang tertulis, sedang di sampingnya Undang-Undang Dasar berlaku juga Hukum Dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis”. Namun dalam masa Republik Indonesia Serikat 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950, penyusun Konstitusi RIS menerjemahkan secara sempit istilah konstitusi sama dengan undang-undang dasar. Hal ini terbukti dengan disebutnya istilah Konstitusi Republik Indonesia Serikat bagi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (Totopandoyo, 1981: 25-26).

Menurut E.C.S Wade dalam bukunya “Constitutional Law” (Miriam Budiardjo, 2007, 96) undang-undang dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut. Ditinjau dari segi kekuasaan maka undang-undang dasar dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan asas-asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan itu dibagi antara beberapa lembaga kenegaraan. Mengacu konsep Trias politika kekuasaan dibagi antara badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Undang-undang dasar menentukan bagaimana pusat-pusat kekuasaan itu bekerjasama dan menyesuaikan diri satu sama lain; undang-undang dasar merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu Negara. Pengertian negara secara historis senantiasa berkembang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Pada zaman Yunani Kuno para ahli filsafat negara merumuskan pengertian negara secara beragam. Seperti misalkan Aristoteles yang hidup pada tahun 384-322 S.M., merumuskan negara dalam bukunya Politica, yang disebutnya sebagai negara polis. Yang pada saat itu masih dipahami negara masih dalam suatu wilayah yang dipahami negara masih dalam suatu wilayah yang kecil. Dalam pengertian itu negara disebut sebagai negara hukum, yang didalamnya terdapat sejumlah warga negara yang ikut dalam permusyawaratan (ecclesia). Oleh sebab itu menurut Aristoteles keadilan merupakan syarat mutlak bagi terselenggarannya negara yang baik, demi terwujudnya cita-cita seluruh warganya.

Kedudukan, fungsi, dan tujuan konstitusi dalam negara berubah dari zaman ke zaman. Pada masa peralihan dari negara feodal monarki atau oligarki dengan kekuasaan mutlak penguasa negara nasional demokrasi, konstitusi berkedudukan sebagai benteng pemisah antara rakyat yang kemudian secara berangsur-angsur mempunyai fungsi sebagai alat rakyat dalam perjuangan kekuasaan melawan golongan penguasa. Sejak itu, setelah perjuangan dimenangkan oleh rakyat, kedudukan dan peran konstitusi bergeser dari sekedar penjaga keamanan dan kepentingan hidup rakyat terhadap kezaliman golongan penguasa, menjadi senjata pemungkas rakyat untuk mengakhiri kekuasaan sepihak seseorang dalam sistem monarki dan kekuasaan sepihak satu golongan oligarki serta untuk membangun tata kehidupan baru atas dasar landasan kepentingan bersama rakyat. Perancis, yaitu constituer berarti membentuk, yang dimaksud ialah membentuk suatu negara, dalam bahasa Inggris dipakai istilah constitution yang dalam bahasa Indonesia disebut konstitusi, dalam praktek dapat berarti lebih luas dari pada pengertian Undang-Undang Dasar, tetapi ada juga yang menyamakan dengan Undang-Undang Dasar (Dahlan Thaib, 2008 : 7). Dalam bahasa Latin, kata konstitusi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu cume adalah sebuah reposisi yang berarti bersama dengan……., dan statuere berasal dari kata sta yang membentuk kata kerja pokok stare yang berarti berdiri. Atas dasar itu maka kata statuere mempunyai arti membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan / menetapkan (Dahlan Thaib, 2008 : 7). Pengertian konstitusi menurut bahasa Perancis, bahasa Inggris dan bahasa Latin, pada intinya adalah suatu ungkapan untuk membentuk, mendirikan/menetapkan, lebih lanjut dikenal dengan maksud pembentukan, penyusunan atau menyatakan suatu negara, maka dengan kata lain secara sederhana, konstitusi dapat diartikan sebagai suatu pernyataan tentang bentuk dan susunan suatu negara, yang dipersiapkan sebelum maupun sesudah berdirinya negara yang bersangkutan (Jazim Hamidi, 2009 : 87). Perkembangan ketatanegaraan tersebut juga sejalan dengan perkembangan dan perubahan konstitusi di Indonesia seperti diuraikan dalam pembehasan berikut ini :

a. Periode 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949

Masa berlakunya Undang-Undang Dasar 1945. Pada masa periode pertama kali terbentuknya Negara Republik Indonesia, konstitusi atau Undang- Undang Dasar yang pertama kali berlaku adalah UUD 1945 hasil rancangan BPUPKI, kemudian disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Menurut UUD 1945 kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan oleh MPR yang merupakan lembaga tertinggi negara. Berdasarkan UUD 1945, MPR terdiri dari DPR, Utusan Daerah dan Utusan Golongan. dalam menjalankan kedaulatan rakyat mempunyai tugas dan wewenang menetapkan UUD, GBHN, memilih dan mengangkat Presiden dan wakil Presiden serta mengubah UUD. Selain MPR terdapat lembaga tinggi negara lainnya dibawah MPR, yaitu Presiden yang menjalankan pemerintahan, DPR yang membuat Undang-Undang, Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Mahkamah Agung (MA). Menyadari bahwa negara Indonesia baru saja terbentuk, tidak mungkin semua urusan dijalankan berdasarkan konstitusi, maka berdasarkan hasil kesepakatan yang termuat dalam Pasal 3 Aturan Peralihan menyatakan : “Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh PPKI.” Kemudian dipilihlah secara aklamasi Soekarno dan Moh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama kali. Dalam menjalankan tugasnya presiden dibantu oleh Komite Nasional, dengan sistem pemerintahan presidensial artinya kabinet bertanggung jawab pada presiden. Pada masa ini terbukti bahwa konstitusi belum dijalankan secara murni dan konskwen, sistem ketatanegaraan berubah-ubah, terutama pada saat dikeluarkannya maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, yang berisi bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebelum terbentuknya MPR dan DPR diserahi tugas legislatif dan menetapkan GBHN bersama Presiden, KNIP bersama Presiden menetapkan Undang-Undang, dan dalam menjalankan tugas sehari-hari dibentuklah badan pekerja yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat ( Titik Triwulan Tutik, 2006 : 67).

b. Periode 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950

Masa berlakunya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (RIS). Sebagai rasa ungkapan ketidapuasan bangsa Belanda atas kemerdekaan Republik Indonesia, terjadilah kontak senjata (agresi) oleh Belanda pada tahun 1947 dan 1948, dengan keinginan Belanda untuk memecah belah NKRI menjadi negara federal agar dengan secara mudah dikuasai kembali oleh Belanda, akhirnya disepakati untuk mengadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag Belanda, dengan menghasilkan tiga buah persetujuan antara lain : (1) Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat; (2) Penyerahan kedaulatan Kepada Republik Indonesia Serikat; dan (3) Didirikan Uni antara Republik Indonesia Serikat dengan Kerajaan Belanda ( Titik Triwulan Tutik, 2006: 69). Pada tahun 1949 berubahlah konstitusi Indonesia yaitu dari UUD 1945 menjadi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS), maka berubah pula bentuk Negara Kesatuan menjadi negara Serikat (federal), yaitu negara yang tersusun dari beberapa negara yang semula berdiri sendirisendiri kemudian mengadakan ikatan kerja sama secara efektif, atau dengan kata lain negara serikat adalah negara yang tersusun jamak terdiri dari negaranegara bagian. Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serik at dilak ukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan Senat. Sistem pemerintahan presidensial berubah menjadi parlementer, yang bertanggung jawab kebijaksanaan pemerintah berada di tangan menteri-menteri baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada parlemen (DPR), Namun demikian pada konstitusi RIS ini juga belum dilaksanakan secara efektif, karena lembaga-lembaga negara belum dibentuk sesuai amanat UUD RIS.

c. Periode 17 Agustus 1950 samapi dengan 5 Juli 1959

Masa berlaku Undang- Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950). Ternyata Konstitusi RIS tidak berumur panjang, hal itu disebabkan karena isi konstitusi tidak berakar dari kehendak rakyat, juga bukan merupakan kehendak politik rakyat Indonesia melainkan rekayasa dari pihak Balanda maupun PBB, sehingga menimbulkan tuntutan untuk kembali ke NKRI. Satu persatu negara bagian menggabungkan diri menjadi negara Republik Indonesia, kemudian disepakati untuk kembali ke NKRI dengan menggunakan UUD sementara 1950. Bentuk negara pada konstitusi ini adalah Negara Kesatuan, yakni negara yang bersusun tunggal, artinya tidak ada negara dalam negara sebagaimana halnya bentuk negara serikat. Ketentuan Negara Kesatuan ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang menyatakan Republik Indonesia merdeka dan berdaulat ialah negara hukum yang demokrasi dan berbentuk kesatuan. Pelaksanaan konstitusi ini merupakan penjelmaan dari NKRI berdasarkan Proklamasi 17 Agustua 1945, serta didalamnya juga menjalankan otonomi atau pembagian kewenangan kepada daerah-daerah di seluruh Indonesia. Sistem pemerintahannya adalah sistem pemerintahan parlementer, karena tugas-tugas ekskutif dipertanggung jawabkan oleh Menteri-Menteri baik secara bersama-sama maupun sendirisendiri kepada DPR. Kepala negara sebagai pucuk pimpinan pemerintahan tidak dapat diganggu gugat karena kepala negara dianggap tidak pernah melakukan kesalahan, kemudian apabila DPR dianggap tidak representatif maka Presiden berhak membubarkan DPR (Dasril Radjab, 2005 : 202).

d. Periode 5 Juli 1959 sampai dengan 19 Oktober 1999

Masa berlaku Undang- Undang Dasar 1945. Pada periode ini  UUD 1945 diberlakukan kembali dengan dasar dekrit Prsiden tanggal 5 Juli tahun 1959. Berdasarkan ketentuan ketatanegaraan dekrit presiden diperbolehkan karena negara dalam keadaan bahaya oleh karena itu Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang perlu mengambil tindakan untuk menyelamatkan bangsa dan negara yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Berlakunya kembali UUD 1945 berarti merubah sistem ketatanegaraan, Presiden yang sebelumnya hanya sebagai kepala negara selanjutnya juga berfungsi sebagai kepala pemerintahan, dibantu Menteri-Menteri kabinet yang bertanggung jawab kepada Presiden. Sistem pemerintahan yang sebelumnya parlementer berubah menjadi sistem presidensial. Dalam praktek ternyata UUD 1945 tidak diberlakukan sepenuhnya hingga tahun 1966. Lembaga-lembaga negara yang dibentuk baru bersifat sementara dan tidak berdasar secara konstitusional, akibatnya menimbulkan penyimpangan-penyimpangan kemudian meletuslah Gerakan 30 September 1966 sebagai gerakan anti Pancasila yang dipelopori oleh PKI, walaupun kemudian dapat dipatahkannya. Pergantian kepemimpinan nasional terjadi pada periode ini, dari Presiden Soekarno digantikan Soeharto, yang semula didasari oleh Surat Perintah Sebelas Maret 1966 kemudian dilaksanakan pemilihan umum yang kedua pada tahun 1972. Babak baru pemerintah orde baru dimulai, sistem ketatanegaraan sudah berdasar konstitusi, pemilihan umun dilaksanakan setiap 5 tahun sekali, nasional dan pembangunan ekonomi, sehingga sistem demokrasi yang dikehendaki UUD 1945 tidak berjalan dengan baik. Keberadaan partai politik dibatasi hanya tiga partai saja, sehingga demokrasi terkesan mandul, tidak ada kebebasan bagi rakyat yang ingin menyampaikan kehendaknya, walaupun pilar kekuasaan negara seperti ekskutif, legislatif dan yudikatif sudah ada tapi perannya tidak sepenuhnya.

e. Periode 19 Oktober 1999 sampai dengan 10 Agustus 2002

Masa berlaku pelak sanaan perubahan Undang- Undang Dasar 1945 Sebagai implementasi tuntutan reformasi yang berkumandang pada tahun 1998, adalah melakukan perubahan terhadap UUD 1945 sebagai dasar negara Republik Indonesia. Dasar hukum perubahan UUD 1945 adalah Pasal 3 dan Pasal 37 UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR sesuai dengan kewenangannya, sehingga nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi di Negara Kesatuan Rapublik Indonesia nampak diterapkan dengan baik. Dalam melakukan perubahan UUD 1945, MPR menetapkan lima kesepakatan, yaitu :

  • Tidak mengubah Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945
  • Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
  • Mempertegas sistem pemerintahan presidensial
  • Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimaksukkan kedalam pasal-pasal (batang tubuh), dan
  • Melakukan perubahan dengan adndum

f. Periode 10 Agustus 2002 sampai dengan sekarang masa berlaku Undang- Undang Dasar 1945

Setelah mengalami perubahan. Bahwa setelah mengalami perubahan hingga keempat kalinya UUD 1945 merupakan dasar Negara Republik Indonesia yang fundamental untuk menghantarkan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia, tentu saja kehidupan berdemokrasi lebih terjamin lagi, karena perubahan UUD 1945 dilakukan dengan cara hatihati, tidak tergesa-gesa, serta dengan menggunakan waktu yang cukup, tidak seperti yang dilakukan BPUPKI pada saat merancang UUD waktu itu, yaitu sangat tergesa-gesa dan masih dalam suasana dibawah penjajahan Jepang. Pada awalnya gagasan untuk melaksanakan perubahan/amandemen UUD 1945 tidak diterima oleh kekuatan politik yang ada, walaupun perdebatan tentang perubahan UUD 1945 sudah mulai hangat pada tahun 1970an. Pada saat reformasi, agenda yang utama adalah melaksanakan perubahan UUD 1945, yaitu telah terselenggara pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan berhasil menetapkan perubahan UUD 1945 yang pertama, kemudian disusul perubahan kedua, ketiga hingga keempat. Dahulu setiap gagasan amandemen UUD 1945 selalu dianggap salah dan dianggap bertendensi subversi atas negara dan pemerintah, tetapi dengan adanya perubahan pertama ditahun 1999, mitos tentang kesaktian dan kesakralan konstitusi itu menjadi runtuh ( Muh, Mahfud MD, 2003 : 176). Nuansa demokrasi lebih terjamin pada masa UUD 1945 setelah mengalami perubahan. Keberadaan lembaga negara sejajar, yaitu lembaga ekskutif (pemerintah), lembaga legislatif (MPR, yang terdiri dari DPR dan DPD), lembaga Yudikatif (MA, MK dan KY), dan lembaga auditif (BPK). Kedudukan lembaga negara tersebut mempunyai peranan yang lebih jelas dibandingkan masa sebelumnya. Masa jabatan presiden dibatasi hanya dua periode saja, yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Pelaksanaan otonomi daerah terurai lebih rinci lagi dalam UUD 1945 setelah perubahan, sehingga pembangunan disegala bidang dapat dilaksanakan secara merata di daerah-daerah. 

Tujuan dibentuknya konstitusi adalah berhubungan dengan upaya untuk membatasi kekuasaan pemerintahan dan menjamin hak-hak asasi yang perintah oleh rakyat sehingga dalam perumusannya sejauh mungkin dihindari pemusatan kekuasaan pada suatu lembaga negara tertentu agar terjamin penyelenggaraannya pemerintahan negara tidak sewenang-wenang serta tetap menjunjung tinggi asas-asas demokrasi dan prinsip negara hukum (Thalib, 2006: 33).

Istilah konstitusi di Indonesia lebih dikenal dengan undang-undang dasar. Konstitusi negara Republik Indonesia adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Dasar ini merupakan konstitusi tertulis di Indonesia. Konstitusi tidak tertulis atau konvensi di Indonesia contohnya seperti pidato Presiden Republik Indonesia setiap tanggal 16 Agustus (Yana, dkk,2018: 46).

KESIMPULAN

Tujuan dibuatnya konstitusi adalah untuk mengatur jalannya kekuasaan dengan jalan membatasinya melalui aturan untuk menghindari terjadinya kesewenangan yang dilakukan penguasa terhadap rakyatnya serta memberikan arahan kepada penguasa untuk mewujudkan tujuan Negara. Kedudukan, fungsi, dan tujuan konstitusi dalam negara berubah dari zaman ke zaman. Pada masa peralihan dari negara feodal monarki atau oligarki dengan kekuasaan mutlak penguasa negara nasional demokrasi, konstitusi berkedudukan sebagai benteng pemisah antara rakyat yang kemudian secara berangsur-angsur mempunyai fungsi sebagai alat rakyat dalam perjuangan kekuasaan melawan golongan penguasa. Perkembangan konstitusi ini terbagi menjadi 6 periode dan terdapat juga mengenai UUD 1945 dan Amandemennya. 

Perubahan konstitusi di Indonesia dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah bahwa penyususnan rancangan UUD yang dilakukan oleh BPUPKI sangat tergesa-gesa sehingga belum begitu sempurna. Desakan dari Belanda juga merupakan faktor penyebab berubahnya konstitusi, hingga terjadinya pergeseran politik hukum di Indonesia yang menuntut amandemen UUD 1945, dan berpengaruh pada berubahnya sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Berdasarkan uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

  1. Negara merupakan suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu dengan mengakui adanaya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya
  2. Konstitusi diartikan sebagai peraturan yang mengatur suatu negara, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang berdirinya suatu negara
  3. Antara negara dan konstitusi mempunyai hubungan yang sangat erat. Karena melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga melaksanakan dasar negara
  4. Pancasila merupakan filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa. Pancasila sebagai alat yang digunakan untuk mengesahkan suatu kekuasaan dan mengakibatkan Pancasila cenderung menjadi idiologi tertutup, sehingga pancasila bukan sebagai konstitusi melainkan UUD 1945 yang menjadi konstitusi di Indonesia.

Posting Komentar untuk "Konstitusi Negara Indonesia dan Implikasinya"