Sejarah sebagai Peristiwa, Kisah, Ilmu, dan Seni
Sejarah merupakan hal yang penting untuk diketahui, karena mengandung banyak hal dan makna yang ada didalamnya. Seperti yang sudah dibahas kemarin tentang pengertian sejarah, kali ini admin akan membagikan apa saja hal menarik dari sejarah, berikut ringkasannya.
1. Sejarah sebagai Peristiwa
Sejarah sebagai peristiwa (history as event) berkaitan dengan kejadian-kejadian atau peristiwa yang berhubungan dengan perubahan di dalam kehidupdan manusia. Sejarah sebagai peristiwa (res gestae) menurut R. Moh. Ali disebut sejarah serba objek (sejarah objektif). Dengan kata lain, sejarah sebagai peristiwa adalah sejarah yang menunjuk kepada peristiwa atau kejadian itu sendiri.
Sejarah sebagai suatu peristiwa bersifat unik karena tidak mungkin diulang atau terulang kembali (einmalig). Dengan kata lain, sejarah sebagai peristiwa (sejarah objektif) hanya berlangsung sekali. Orang yang mengalami suatu kejadian, sebenarnya hanya mengamati dan mengikuti sebagian kejadian itu.
Oleh karena itu, sejarah bersifat objektif karena tidak memuat unsur-unsur subjek (pengamat atau pelaku) sejarah. Contoh sejarah sebagai peristiwa yang hanya terjadi sekali dalam sejarah dan tidak mungkin terulang kembali adalah peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945, Perang Kemerdekaan 1945 - 1959, dan Dekret Presiden 5 Juli 1959.
2. Sejarah sebagai Kisah
Sejarah sebagai kisah (history as narrative) adalah cerita sejarah yang disusun dari catatan, kesan, atau tafsiran manusia terhadap kejadian atau peristiwa yang berlangsung pada masa lampau. Dengan kata lain, sejarah sebagai kisah berarti sejarah yang menyangkut penyusunan atau penulisan peristiwa sejarah.
Proses penyusunan cerita ini dipengaruhi oleh latar belakang kepribadian dan sifat sejarawan sehingga karya sejarah cenderung bersifat subjektif. Menurut Sartono Kartodirjo, sejarah bersifat subjektif karena sejarah memuat unsur-unsur dan isu subjek (sejarawan).
Sejarah sebagai kisah (sejarah subjektif), dapat dikisahkan atau ditulis lagi oleh siapa saja dan kapan saja sehingga mempunyai sifat berkelanjutan (continuity).
Misalnya, peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945, Dekret Presiden 5 Juli 1959, Kasus 27 Juli 1996, kerusuhan 14 - 15 Mei 1998, dan lain - lain dapat berulangkali ditulis atau dikisahkan kembali oleh sejarawan atau peminat sejarah.
Demikian juga pada saat kita mengadakan upacara peringatan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus, dan lain-lain yang dapat dilakukan berulang-ulang di mana saja dan oleh siapa saja.
Misalnya, di sekolah, di kampus, di kantor, dan lain - lain. Jadi peristiwanya hanya berlangsung sekali (sejarah objektif atau sejarah sebagai peristiwa). Namun, kisah, peringatan, atau makna dari peristiwa tersebut dapat berulang-ulang (sejarah subjektif atau sejarah sebagai kisah).
Dari uraian di atas, sejarah yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari adalah sejarah sebagai suatu cerita yang tertulis. Kisah sejarah tersebut dapat dibaca dalam buku sejarah, majalah, dan surat kabar.
Dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, kisah sejarah dapat dilihat dan didengan di dalam siaran radio, televisi, internet, serta film. Kisah sejarah tersebut disusun dalam bentuk multimedia yang berisi gambar, teks, film, dan suara yang lebih menarik.
Misalnya, film dokumenter Perang Dunia II. Kisah sejarah juga dapat dituturkan dalam bentuk film cerita. Film berlatar belakang sejarah tersebut menampilkan tokoh sejarah atau suatu peristiwa bersejarah. Misalnya, Doea Tanda Mata, Fatahillah, dan Janur Kuning.
3. Sejarah sebagai Ilmu
Selain sebagai peristiwa dan sebagai kisah, sejarah juga dipandang sebagai ilmu (history as science). Untuk memahami sejarah sebagai ilmu, terlebih dahulu kita harus memahami apa pengertian ilmu. Ilmu adalah pengetahuan yang disusun secara logis dan sistematis.
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui. Ada beberapa metode untuk mencari pengetahuan, antara lain :- Mendengarkan cerita orang lain
- Mengalami sendiri suatu peristiwa
- Mengadakan penelitian ilmiah
Suatu pengetahuan yang didapatkan dengan mendengarkan cerita orang lain belum lengkap jika tidak disertai bukti-bukti. Pengetahuan berdasarkan pengalaman kebenarannya tergantung pada ketajaman panca indra.
Pengetahuan berdasarkan penelitian ilmiah lebih kuat dan kukuh kebenarannya, karena didukung oleh fakta dan data ilmiah. Pengetahuan yang bersumber dari penelitian disebut ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang disusun secara logis dan sistematis yang bertujuan untuk menerangkan gejala - gejala alam dan sosial.
Metode untuk menentukan suatau pengetahuan agar disebut ilmu disebut metode ilmiah. Metode ilmiah digunakan untuk mencari kebenaran. Ilmu sejarah mempunya metode ilmiah yang digunakan para sejarawan untuk merekonstruksi masa lalu, yaitu metode sejarah. Metode rekonstruksi sejarah terdiri atas tiga aspek, antara lain :
- Aspek proses teoretis, yaitu menentukan prinsip - prinsip pemecahan masalah untuk mencapai kebenaran sejarah
- Aspek proses metodologis, yaitu mencari cara untuk menemukan kebenaran sejarah
- Aspek proses teknis, yaitu keterampilan tertentu untuk menggunakan sarana penelitian ilmiah untuk memperoleh kebenaran sejarah.
Ketiga proses tersebut merupakan unsur penelitian sejarah yang menggunakan metode sejarah. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis sumber - sumber dan peninggalan sejarah.
Menurut Louis Gottschalk dalam buku Mengerti Sejarah, rekonstruksi masa lampau yang bersifat imajinatif berdasarkan data - data ketiga yang diperoleh dengan menempuh proses tersebut disebut juga sebagai historiografi (penulisan sejarah).
Dari pernyataan-pernyataan serta pendapat - pendapat di atas nyatalah bahwa sejarah sebagai ilmu memiliki metode tersendiri yang disebut metode sejarah. Sejak penulisan sejarah dilakukan secara ilmiah maka penulisan sejarah mempergunakan metode sejarah. Adapun langkah - langkah metode sejarah, antara lain :
- Mencari jejak - jejak masa lampau (heuristik);
- Meneliti jejak - jejak sejarah secara kritis (kritik sumber)
- Menafsirkan peristiwa yang terjadi pada masa lampau (interpretasi)
- Menulis hasil rekonstruksi masa lampau secara ilmiah (historiografi).
Dengan adanya metode ilmiah untuk mencapai pengetahuan, sejarah dapat disebut sebagai ilmu. Dengan kata lain, sejarah dapat disebut ilmu karena memiliki persyaratan utama sebuah ilmu, yaitu metode ilmiah.
Di samping memiliki metode ilmiah, ilmu sejarah juga memiliki objek tertentu berupa kehidupan manusia pada masa lmapau. Selain itu, sejarah sebagai ilmu memiliki karakteristik yang unik karena sejarah meneliti proses perkembangan peradaban umat manusia. Tugas ilmu sejarah adalah untuk memahami, menerangkan, dan bahkan menghidupkan kembali sebagian masa silam.
Sejarah sebagai ilmu memiliki karakteristik tersendiri yang bersifat khas atau unik. Sejarah meneliti dan memberikan penjelasan tentang proses perkembangan peradaban manusia. Menurut Sartono Kartodirjo, tugas ilmu sejarah ualah untuk memahami masa silam serta menerangkannya dan bahkan untuk mencipatakannya kembali atau menghidupkannya kembali (reenactment) sebagai masa silam pada masa sekarang.
Dengan demikian, tentu saja tugas sejarah akan menghadapi persoalan - persoalan tersendiri yang memerlukan pemecahan - pemecahan tersendiri pula, sehingga sejarah memiliki kesimpulan - kesimpulan dan pengertian - pengertian tersendiri yang dapat dipahami dengan jelas bagi mereka yang mempelajarinya.
Menurut Kuntowijoyo ada beberapa ciri - ciri sejarah sebagai ilmu, antara lain sebagai berikut :
- Ilmu sejarah bersifat empiris, karena diperoleh berdasarkan penemuan dan pengamatan yang telah dilakukan.
- Ilmu sejarah mempunyai objek berupa waktu dan manusia.
- Ilmu sejarah mempunyai teori.
- Ilmu sejarah mempunyai generalisasi.
- Ilmu sejarah mempunyai metode ilmiah.
4. Sejarah sebagai Seni
Seorang sejarawan yang akan menulis karya sejarah (sejarah sebagai kisah), akan menggunakan sumber-sumber sejarah sebagai bahan penulisannya. Sumber sejarah yang diperoleh melalui proses penelitian di lapangan berbentuk dokumen, arsip, data statistik, atau catatan-catatan peristiwa.
Sebelum sumber-sumber dipakai untuk bahan penulisan, harus diseleksi secara ilmiah oleh karena itu tidak semua sumber-sumber tersebut cocok untuk bahan penulisan. Oleh karena itu, sebelum menuliskan cerita sejarah seorang sejarawan atau penulis sejarah harus mengadakan seleksi sumber sejarah secara ketat.
Walaupun demikian, meskipun sumber - sumber telah diseleksi sumber-sumber sejarah tersebut hanyalah bahan untuk penulisan sejarah sebagai kisah. Daftar atau deretan angka-angka tahun serta catatan-catatan peristiwa itu semuanya baru merupakan kronik, dan bukan sejarah.
Semuanya baru bisa dikatakan sejarah setelah dirangkai, disusun dengan menggunakan metode sejarah menjadi suatu kisah sejarah. Dengan demikian, meskipun bahan-bahannya telah teruji secara ilmiah, namun penulisannya menyangkut proses penafsiran oleh sejarawan atau penulis sejarah.
Dalam bidang sejarah tidak berlaku rumus 2 x 2 = 4. Artinya, meskipun bahan - bahannya persis sama, dua orang penulis sejarah akan menuliskan dua kisah sejarah yang berbeda. Perbedaan itu bukanlah perbedaan dalam data atau sumbernya, melainkan dalam penafsiran ataupun penyimpulannya.
Selain disusun secara ilmiah, penyajian kisah sejarah juga memperhatikan masalah keindahan bahasa, seni penulisan, dan lain-lain sehingga karya tersebut akan menjadi bermakna bagi penulisnya dan orang lain.
Jelaslah bahwa sejarah meskipun disusun berdasarkan bahan - bahan yang diolah melalui proses penelitian ilmiah, tetapi dalam taraf penulisannnya bersifat seni. Penilaian tersebut sebagaimana yang dikatakan oleh A.F. Pollard, bahwa a history is both a science and an art, because it requires a scientific analysis of materials and an artistic synthesis of results (sejarah adalah ilmu dan seni karena proses penulisannya membutuhkan analisis ilmiah terhadap sumber sejarah dan kemampuan sintesis penulisan yang artistik).
Proses penulisan sejarah harus dilakukan sedemikian rupa sehingga masyarakat akan senang membacanya sama seperti membaca karya sastra sebagaimana yang dikatakan oleh A.L. Rowse bahwa the process of historical recreation is not essentially different from that of the poet or novelist, except that his imagination must be subordinared sleeplessly to the truth (proses penulisan sejarah pada dasarnya tidak berbeda dengan apa yang dilakukan penyair atau novelis, kecuali bahwa imajinasi sejarawan itu harus didasarkan kepada kebenaran fakta sejarah).
Sumber-sumber sejarah tersebut dirangkai dan disusun oleh sejarawan dengan menggunakan metode sejarah menjadi suatu karya penelitian sejarah. Misalnya, penulisan sejarah dalam bentuk skripsi, tesis, atau disertasi ilmu sejarah di perguruan tinggi.
Meskipun sejarah disusun berdasarkan metode ilmiah, penyajiannya dalam bentuk karya sejarah meramu unsur keindahan bahasa, seni penulisan, dan kemampuan berpikir ilmiah. Gabungan ketiga unsur tersebut bertujuan untuk menyajikan sebuah karya ilmiah yang berbobot dan menarik.
Dengan demikian, karya sejarah tersebut menjadi kisah yang bermakna bagi para sejarawan dan masyarakat luas. Oleh karena itu, mesikupun sejarah disusun berdasarkan proses penelitian ilmiah, penulisannya dapat dikategorikan sebagai seni karena sejarah adalah gabungan dari ilmu dan seni.
Penutup
Demikianlah penjelasan mengenai Sejarah sebagai peristiwa, kisah, ilmu, dan seni. Dari penjelasan tersebut semoga dapat menjadi pembelajaran serta pengetahuan bagi banyak masyarakat agar lebih memaknai sejarah yang merupakan bagian dari informasi sejarah.
Posting Komentar untuk "Sejarah sebagai Peristiwa, Kisah, Ilmu, dan Seni"
Posting Komentar
Jika ada yang ingin disampaikan, silahkan tinggalkan pesan dikolom komentar :)