Langkah - Langkah Penelitian Sejarah: Verifikasi, Interpretasi, dan Historiografi
Setelah kemarin membahas tentang Langkah - Langkah dalam Penelitian Sejarah : Pemilihan Topik dan Heuristik (Pengumpulan Sumber), kali ini akan membahas lanjutan dari langkah - langkah dalam penelitian sejarah tersebut.
Lanjutan Langkah-Langkah Penelitian Sejarah
Adapun langkah selanjutnya dalam melakukan penelitian sejarah adalah memverifikasi (Kritik Sumber), melakukan Interpretasi (menganalisis, menafsirkan, atau menyusun sejarah), dan melakukan penulisan sejarah (Historiografi). Berikut ini merupakan penjelasan dari Verifikasi, Interpretasi, dan Historiografi dalam lanjutan langkah-langkah penelitian sejarah.
Verifikasi (Kritik Sumber)
Sejarawan yang telah berhasil mengumpulkan sumber sejarah dalam penelititannya harus menyaringnya secara kritis sehingga akan memperoleh fakta yang objektif. Langkah untuk menyaring sumber sejarah secara kritis disebut dengan kritik smber atau verifikasi. Dalam penelitian sejarah, kritik sumber dilakukan terhadap sumber-sumber primer.
Kritik sumber-sumber sejarah tersebut dilakukan untuk menguji kebenaran atau ketepatan (akurasi) seumber - sumber sejarah tersebut. Dalam metode sejarah, kritik sumber atau verfikasi dilakukan melalui dua cara, yaitu kritik eksternal dan kritik internal.
Sumber tertulis berupa dokumen-dokumen dan arsip |
a. Kritik Eksternal (Otensitas dan Integritas)
Sebelum semua sumber sejarah dapat digunakan untuk merekonstruksi masa lalu, terlebih dahulu harus dilakukan kritik eksternal. Kritik eksternal adalah proses melakukan verifikasi atau pengujian terhadap keaslian sumber sejarah. Fungsi kritik eksternal adalah menentukan otensitas dan integritas sumber sejarah.
Sebuah dokumen sumber sejarah (catatan harian, surat, atau buku) dianggap otentik atau asli jika benar-benar hasil karya atau benda peninggalan dari pemiliknya (dari periode masa hidup dari pengarangnya yang asli).
Misalnya, jika ingin meneliti segi fisik sebuah dokumen tertulis, kita harus meneliti kertasnya, tintanya, pola tulisannya, gaya bahasa, kalimatnya, ungkapan dan ejaannya apakah benar-benar asli atau suatu tipuan atau suatu misreprentasi dari suatu dokumen asli, sejarawan menggunakan pengujian atau test yang biasa digunakan di dalam penyelidikan polisi dan kehakiman. Bentuk penelitian yang dapat dilakukan sejarawan.
Misalnya, tentang waktu pembuatan dokumen itu (hari dan tanggal) atau penelitian tentang bahan (materi) pembuatan dokumen itu sendiri. Contohnya, kertas jarang digunakan sebagai bahan dokumen sebelum abad ke-15 di Eropa dan percetakan tidak dikenali, pensil belum ditemukan sebelum abad ke-16, mesin ketik belum ditemukan sebelum abad ke-19.
Setelah meneliti secara kritis otensitas sumber sejarah, selanjutnya sejarawan harus menguji secara kritis integritas sumber sejarah. Ia harus mengetahui apakah sumber itu tetap terpelihara keasliannya selama proses transmisi (pencatatan) dari saksi mata asli. Misalnya, kesaksian yang telah diberikan ketika dicatat tidak mengalami perubahan-perubahan ini tidak dapat dilacak kebenarannya maka sumber tersebut dianggap tidak otentik lagi dan kehilangan integritasnya.
Integritas dan otentisitas sumber sejarah adalah dua aspek kritik eksternal yang sangat penting. Suatu sumber dianggap otentik jika kesaksiannya asli tetap terpelihara tanpa pengurangan atau manipulasi sumber (corruptions), meskipun diwariskan sacara turun-temurun. Jika hal ini benar-benar terjadi maka fakta kesaksian (fact of testimony) telah ditegakkan oleh sejarawan.
b. Kiritik Internal
Kritik internal menekankan pada aspek isi dari sumber sejarah, baik sumber tertulis maupun lisan. Setelah fakta kesaksian (fact of testimony) berhasil ditegakkan melalui kritik eksternal, seorang sejarawan harus mengadakan evaluasi apakah narasumber atau saksi dapat diandalkan (reliable). Kritik internal dapat dilakukan dengan dua cara, antara lain sebagai berikut.
- Menilai secara intrinsik sumber-sumber sejarah
- Membuat perbandingan kesaksian dari berbagai sumber.
Penilaian intrinsik dimulai dengan menentukan sifat sumber-sumber sejarah dan kredibilitas narasumber atau penulis sejarah. Dengan kata lain, keterangan atau informasi yang diberikan oleh saksi atau narasumber benar adanya.
Perbandingan kesaksian berbagai sumber dapat dilakukan dengan cara menguji kebenaran berbagai kesaksian sumber-sumber sejarah. Hal tersebut dilakukan dengan cara mencocokkan kesaksian satu sumber sejarah dengan sumber sejarah lainnya untuk memastikan bahwa kesaksian atau informasi yang diperoleh kredibel.
Interpretasi (Penafsiran, Analisis, atau Menyusun Sejarah)
Setelah melakukan kritik internal sejarawan dapat mulai menyusun fakta sejarah yang dapat dibuktikan kebenarannya menjadi kisah sejarah. Namun, dengan memperoleh fakta-fakta sejarah sebenarnya pekerjaan seorang sejarawan belum selesai. Sebab kumpulan fakta-fakta sejarah bukanlah kisah sejarah.
Fakta sejarah yang diurutkan secara kronologis juga belum dianggap sebagai historiografi (penulisan sejarah). Urutan fakta sejarah yang disusun secara kronologis barulah merupakan kronik sejarah.
Misalnya, kronologi fakta-fakta sejarah perang kemerdekaan, seperti peristiwa Proklamasi, Pmbentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR), pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, Aksi Militer Belanda I, Aksi Militer Belanda II, hingga pengakuan kedaulatan hanyalah merupakan bahan-bahan mentah bagi penulisan sejarah perang kemerdekaan Indonesia.
Berbagai fakta yang lepas satu sama lain tersebut harus diinterpretasikan (ditafsirkan) dahulu, dirangkaikan, dan disusun menjadi kisah sejarah yang utuh dan objektif.
Proklamasi kemerdekaan sebagai fakta sejarah |
Dari berbagai fakta yang ada kemudian perlu disusun agar mempunyai bentuk dan struktur. Sebelum dan selama melakukan rekonstruksi, sejarawan perlu melakukan penafsiran. Fakta yang ada ditafsirkan sehingga ditemukan struktur logisnya berdasarkan fakta yang ada. Hal tersebut untuk menghindari suau penafsiran yang semena-mena akibat pemikiran yang sempit (stricto sensu).
Bagi sejarawan akademis, interpretasi yang bersifat deskriptif saja belum cukup. Dalam perkembangan terakhir, sejarawan masih dituntut untuk mencari landasan penafsiran yang digunakan. Proses interpretasi atau penafsiran sejarah sering kali disebut analisis sejarah. Tujuan interpretasi adalah untuk mengungkapkan makna dan saling hubungan di antara fakta-fakta yang diperoleh dari sumber sejarah.
Historiografi (Penulisan Sejarah)
Setelah melakukan interpretasi, tahap berikutnya dalam metode sejarah ialah historiografi. Historiografi adalah proses penulisan hasil penelitian sejarah.
Menurut Louis Gottschalk, historiografi adalah rekonstruksi yang imajinatif berdasarkan data yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah.
Oleh karena itu, ketika seorang sejarawan memasuki tahap penulisan, ia harus mengerahkan seluruh keterampilannya, tidak hanya keterampilan teknis berupa penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan sejarah, tetapi penggunaan daya kritis dan imajinasinya hingga menghasilkan suatu sintesis penulisan sejarah yang berbobot dan objektif.
Setelah berhasil melakukan penafsiran terhadap data-data yang ada, sejarawan kemudian perlu menuliskan hasilnya. Dalam menuliskan hasil penelitian, sejarawan harus sadar bahwa tulisan itu bukan hanya sekedar untuk kepentingan dirinya, tetapi juga dibaca orang lain.
Penyajian penulisan sejarah secara garis besar dan sederhana terdiri atas tiga bagian, yakni pendahuluan, pembahasan hasil penelitian, dan penutup. Setiap bagian biasanya dijabarkan dalam bab-bab atau sub-bab.
Disamping itu pada bagian depan ada halaman judul, kata pengantar, dan daftar isi. Dalam hal ini bisa ditambahkan daftar tabel atau daftar gambar. Sedangkan di bagian akhir ada daftar pustaka dan lampiran.
Pendahuluan, antara lain meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode penelitian. Pembahasan hasil penelitian adalah penjabaran dari rumusan masalah. Misalnya, rumusan masalah tiga (a, b, dan c), maka pembahasannya juga a, b, dan c.
Penutup terdiri dari kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap rumusan yang telah di rumuskan. Kesimpulan dirumuskan secara ringkas, jelas, dan tegas. Saran berkaitan dengan kesimpulan yang dinyatakan secara jelas kepada siapa ditujukan dan apa saran yang disampaikan.
Dalam melakukan pengujian kisah sejarah, sejarawan harus memperhatikan kaidah-kaidah dalam ilmu sejarah, seperti kronologi (urutan waktu), akurasi, dan objektivitas.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam historiografi adalah keterampilan menulis melalui penggunaan kata-kata dan bahasa yang mudah dipahami, menarik, dan ilmiah. Menulis karya sejarah merupakan suatu perpaduan antara kerja dan seni karena menggunakan bahasa dengan baik, benar, indah, dan kemampuan berpikir kritis serta analitis.
Itulah sebabnya mengapa karya sejarah sering kali disebut sebagai suatu gabungan seni (art) dan ilmu (science). Dengan demikian, para sejarawan dituntut mempunyai kemampuan dan keterampilan menulis yang baik.
Penutup
Demikianlah pembahasan mengenai lanjutan dari langkah-langkah penelitian sejarah. Semoga pembahasan tersebut dapat memberikan pelajaran dan pengetahuan tentang sejarah serta menambah wawasan dalam informasi sejarah.
Posting Komentar untuk "Langkah - Langkah Penelitian Sejarah: Verifikasi, Interpretasi, dan Historiografi"
Posting Komentar
Jika ada yang ingin disampaikan, silahkan tinggalkan pesan dikolom komentar :)