Pengertian Historiografi Kolonial dan Historiografi Nasional

historiografi kolonial dan nasional

Setelah pembahasan mengenai historiografi tradisional, sudah banyak informasi sejarah yang diberikan terlebih lagi pada tradisi daerah. Untuk menambah wawasan mengenai historiografi kenali juga historiografi kolonial dan historiografi nasional.

Historiografi Kolonial

Sesuai dengan namanya, Historiografi Kolonial adalah penulisan sejarah yang berkaitan dengan aspek penjajahan Belanda di Indonesia. Penulisan sejarah kolonial berisi kupasan mengenai aktivitas-aktivitas VOC atau orang-orang Belanda dalam masalah ekonomi (perdagangan), masalah politik atau pemerintahan gubernur jendral dan para pembantu-pembantunya serta kehidupan orang-orang kulit putih di Indonesia.

Karena isi ataupun kupasannya tersebut, historiografi kolonial sering dikatakan bersifat Eropasentris atau Nerlandosentris. Nerlandosentris artinya berpusat pada kehidupan atau aktivitas penjajahan bangsa kulit putih, khususnya bangsa Belanda di Indonesia.

Penulis Historiografi Kolonial adalah orang-orang Belanda, baik yang pernah datang ke Indonesia maupun yang tidak pernah datang ke Indonesia. Sumber-sumber sejarah yang dipakai untuk menyusun historiografi kolonial sebagian besar berasal dari arsip Pemerintahan Hindia Belanda di Batavia.

Contoh karya sejarah kolonial yang ditulis sejak tahun 1600 adalah reizen (kisah perjalanan) yang ditulis oleh Nicholaus de Graff, Cornelis de Bruijin, Rijklofs van Goens, dan Valentijn. Salah satu penyebab banyaknya penulisan kisah perjalanan adalah para penulis tersebut mengikuti kegiatan pelayaran dan kolonisasi di tanah jajahan.

Salah satu karya historiografi awal kolonial adalah catatan-catatan perjalanan Nicholaus de Graff dalam jurnal Oost Indische Spigle. De Graff yang berkunjung ke Indonesia antara tahun 1639-1643 sampai dengan tahun 1668-1687 menulis kisah perjalanannya ke Indonesia melalui kapal laut dan kehidupan masyarakat Indonesia di setiap pelabuhan yang ia kunjungi.

pangeran diponegoro
Pangeran Diponegoro dianggap pemberontak dalam Historiografi Kolonial

Rijklofs van Goens menulis buku berjudul Oost Indische Spiegel (Kisah Hindia Timur) mengenai kisah perjalanannya ke Kerajaan Mataram antara tahun 1648 sampai 1654 sebagai duta besar VOC.

Pastor Francois Valentijn menulis delapan jilid buku Oud en Nieuw Oost Indien (Hindia Timur Dulu dan Sekarang) yang berisi penggambaran kondisi masyarakat, bahasa, politik, dan perdagaangan di Indonesia pada abad ke-18. Pada umumnya penulis-penulis Belanda tersebut kurang memperhatikan sumber-sumber lokal yang ada di Indonesia.

Salah satu contoh historiografi kolonial adalah sejarah karangan J.J. Meinsma, yang berjudul Geschiendenis van Nederlandsch Oost Indische Bezetting (Sejarah Hindia Belanda dan Daerah sekitarnya).

Dalam buku karangan Meinsma tersebut peranan bangsa Belanda di Indonesia digambarkan sangat menonjol. Sebaliknya, peranan bangsa Indonesia hampir tidak disisnggung sama saekali dalam penulisan sejarah.

Karena bersifat Nerlandosentris maka historiografi kolonial memakai sudut pandang atau pendekatan penulisan sejarah yang subjektif mengenai peranan bangsa Indonesia dalam sejarah. Misalnya, Pangeran Diponegoro akan dianggap sebagai pemberontak yang mengganggu stabilitas Hindia Belanda. Sebaliknya, bagi bangsa Indonesia Pangeran Diponegoro dianggap sebagai pahlawan yang melawan kesewenangan para penjajah.

Contoh sifat Nerlandosentris tampak juga dalam buku Beknopt Leerboek der Geschiedenis van Nederlandsch Indie (Buku Pelajaran Sejarah Singkat Hindia Belanda) Karya A. J. Eijkman dan Dr. F.W. Stapel. Dalam buku tersebut kematian Jenderal Kohler oleh tembakan pejuang Aceh di depan Masjid Raya Aceh tanggal 14 April 1873 tidak tertulis.

Hal itu berarti bahwa ada upaya menyembunyikan fakta kepahlawanan rakyat Aceh dalam perang melawan Belanda. Upaya menguburkan kebenaran sejarah tersebut juga terdapat dalam buku sejarah Belanda lainnya. Seperti pada buku Geschiedenis van Java (Sejarah Jawa) karangan W. Fruin Mees dan buku Geschiedenis van Indonesia (Sejarah Indonesia) karya H.J. de Graaf.

Historiografi Nasional

Sejak tanggal 17 Agustus 1945 usai kemerdekaan, bangsa Indonesia mulai merekonstruksikan penulisan (menyusun) konsep sejarah nasionalnya. Berbeda dengan historiografi tradisional yang bersifat kedaerahan (regiosentris) dan historiografi koloial yang bersifat Eropasentris.

Indonesiasentris artinya penulisan sejarah yang membahas peranan bangsa Indonesia dalam peristiwa sejarah. Selain itu, karena berfungsi sebagai sarana pembentukan karakter dan nasionalisme bangsa (character and nation building) maka penyusunan sejarah Indonesia selalu dikaitkan dengan nasionalisme.

Oleh karena itu, penyusunan sejarah nasional tentu akan lebih mementingkan unsur konsensus, seperti persatuan, integrasi, dan ketertiban mastarakat. Perdebatan mengenai orientasi dan rekonstruksi sejarah nasional Indonesia telah dimulai sejak diselenggarakannya Seminar Sejarah Nasional Indonesia pertama di kota Yogyakarta pada tahun 1957.

Pada seminar sejarah tersebut muncul pemikiran perlunya nasionalisasi atau pribumisasi historiografi Indonesia. Pada Seminar Sejarah Nasional Indonesia yang kedua tahun 1970, muncul perdebatan mengenai peranan bangsa Indonesia dalam sejarah Indonesia. Penulisan sejarah pada waktu itu didominasi Eropasentris yang melihat sejarah Indonesia sebagai sejarah ekspansi orang-orang Eropa di Indonesia.

Setelah era 1970-an banyak perubahan penting terjadi, dalam arti pemikiran tentang bagaimana sejarah seharusnya ditulis, tetapi juga kegiatan pengembangan ilmu sejarah. Misalnya, diadakannya proyek-proyek penelitian, penerbitan, seminar-seminar sejarah, dan pengabdian kepada masyarakat.

Dampak Seminar Sejarah Nasional Indonesia ertama dan kedua yang ingin menjadikan sejarah nasional Indonesia lebih otonom juga terus berlanjut. Sebagai bukti berlanjutnya gaungan perubahan tersebut adalah munculnya sebuah artikel karangan R.Smail yang berjudul Towards History of Indonesia.

Tulisan tersebut berusaha melihat sejarah Indonesia dari sudut pandang orang Indonesia., yaitu dengan menekankan dinamika masyarakat Indonesia sendiri sehingga Indonesia bukan ajang dari permainan asing semata.

informasi sejarah
Buku Sejarah Nasional Indonesia

Untuk menindaklanjuti hasil Seminar Sejarah Nasional yang kedua, dan dikuatkan lagi pada Seminar Sejarah Nasional yang ketiga tahun 1981 di Jakarta, maka dilakukan upaya integrasi ilmu sejarah dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial.

Begawan sejarah Indonesia dari UGM, Bapak Sartono Kartodirdjo bahkan menganjurkan, selain memakai pendekatan ilmu-ilmu sosial (multidimensional) dalam penulisan sejarah juga perlu dikembangkan pendekatan struktural dan sejarah analitis.

Bukunya yang berjudul Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah dan Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia : Suatu Alternatif telah membuka cakrawala baru dalam penulisan sejarah Indonesia dalam segi teori dan metodologi.

Atas dasar kemajuan yang diperoleh dalam teori dan metodologi sejarah, sejarawan Indonesia yang dimotori oleh Bapak Sartono Kartodirdjo, Marwati Djoned Pusponegoro, dan Nugroho Notosusanto telah berhasil menyusun buku sejarah nasional Indonesia. Buku tersebut diberi judul Sejarah Nasional Indonesia tersebut menekankan aspek kronologi dan proses peristiwa sejarah yang bersifat sinkronik-struktural.

Meskipun masih banyak kekurangannya, buku tersebut menjadi satu-satunya buku sejarah nasional terlengkap dan komprehensif. Buku tersebut juga diringkas isinya untuk keperluan pengajuan pelajaran di Sekolah Menengah.

Beberapa contoh karya sejarah nasional adalah tulisan-tulisan sejarah yang berasal dari kalangan sejarawan akademisi yang merupakan hasil disertasi yang telah berhasil diterbitkan. Misalnya, buku-buku yang berasal dari disertasi T. Ibrahim Alfian yang berjudul Perang di Jalan Allah dan terjemahan buku disertasi Sartono Kartodirjo yang berjudul Pemberontakan Petani di Banten 1888.

Pusat sejarah TNI juga telah berhasil menerbitkan banyak buku yang sebenarnya telah dirintis sebelum adanya lembaga tersebut. Tokoh-tokoh penting militer, seperti A.H. Nasution, T.B. Simatupang, dan Hasan Basry telah menulis pengalaman mereka pada saat revolusi fisik dalam buku memoar.

Salah satu buku penting hasil pengalaman pribadi yang pernah dihasilkan oleh tokoh militer adalah buku A.H. Nasution yang berjudul Sekitar Perang Kemerdekaan.

Penutup

Demikianlah pembahasan mengenai pengertian historiografi kolonial dan historiografi nasional. Semoga pembahasan tersebut dapat memberikan pelajaran dan pengetahuan tentang sejarah serta menambah wawasan dalam informasi sejarah.

Posting Komentar untuk "Pengertian Historiografi Kolonial dan Historiografi Nasional"