Perkembangan Penulisan Sejarah di Indonesia : Historiografi Tradisional
Penulisan sejarah merupakan puncak dari suatu penelitian sejarah. Hasil penulisan sejarah ini disebut dengan Historiografi. Dalam perkembangannya, penulisan sejarah mengalami kemajuan dengan munculnya gagasan baru dalam penulisan sejarah.
Dengan demikian, terdapat tradisi penulisan sejarah yang berbeda-beda dari berbagai kelompok daerah. Demikian juga dengan penulisan sejarah di Indonesia.
Berkembangnya tradisi tulis-menulis, berdampak pada kebiasaan untuk menuliskan sebuah kisah, peristiwa, atau kejadian penting yang dialami oleh seseorang, sekelompok orang, bangsa, atau suatu negara. Demikianlah seterusnya hingga berkembanglah tradisi penulisan sejarah di Indonesia.
Perkembangan Penulisan Sejarah di Indonesia
Penulisan sejarah di Indonesia mengalami beberapa kali periode perkembangan. Setiap periodisasi perkembangan penulisan sejarah, selalu memiliki ciri-ciri atau karakteristik tersendiri yang dapat membedakannya dengan periodisasi perkembangan penulisan sejarah yang lainnya.
Oleh karena itu, dengan membandingkan ciri-ciri atau karakteristik dari masing-masing periodisasi perkembangan penulisan sejarah, maka kita dapat mengklasifikasi perkembangan penulisan sejarah di Indonesia.
Penulisan sejarah Indonesia (historiografi) mengalami beberapa periode perkembangan. Setiap periode penulisan sejarah memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan periode perkembangan penulisan sejarah sebelumnya. Periodisasi perkembangan penulisan sejarah, antara lain sebagai berikut.
Historiografi Tradisional
Historiografi tradisional berkembang pada masa kerajaan tradisional di Indonesia. Penulisan sejarah masa kerajaan tradisional digunakan untuk merekam dan mewariskan kehidupan dinasti yang berkuasa kepada generasi berikutnya.
Penulisan sejarah tradisional adalah penulisan sejarah yang lebih mengedepankan unsur keturunan (geneologi), teetapi mempunyai kelemahan dalam struktur kronologi dan unsur biografi.
Sejarah tradisional umumnya tentang kerajaan, kehidupan raja, dan sifat-sifat yang melebih-lebihkan raja dan pada pengikutnya. Hubungan sebab akibat tidak tampak yang terpenting mengagungkan raja dan kejayaan kerajaan. Historiografi masa tradisional berkembang pada masa Hindu-Buddha dan Islam.
a. Zaman Hindu-Buddha
Tradisi tulis pada masa Hindu-Buddha berkembang dengan pesat sehingga tercipta 1000 buah naskah di seluruh Nusantara. Berdasarkan isinya, bentuk-bentuk kesusastraan pada masa Hindu-Buddha tersebut terdiri atas tutur, (kitab keagamaan), castra (kitab hukum), wiracarita (cerita kepahlawanan), dan kitab-kitab cerita yang berisi ajaran keagamaan, sejarah, dan moral.
Sampai dengan zaman Majapahit, bahasa yang dipakai dalam naskah sejarah adalah bahasa Jawa kuno. Sesudah zaman Majapahit bahasa yang dipakai dalam naskah sejarah adalah bahasa Jawa Tengahan.
Berdasarkan bentuknya, naskah sejarah zaman Hindu-Buddha terdiri atas gancaran (prosa) dan tembang (puisi). Tembang pada masa Jawa kuno disebut dengan kakawin dan tembang pada masa Jawa Tengahan disebut kidung.
Kitab Negarakertagama |
Pada masa Kerajaan Kediri terjadi perkembangan di bidang penulisan sejarah. Pada masa itu, telah dihasilkan karya sastra dengan judul Arjuna Wiwaha yang ditulis oleh Empu Kanwa pada tahun 1035. Kitab Arjuna Wiwaha berisi tentang kisah kehidupan Raja Airlangga yang dianggap sebagai tokoh Arjuna.
Agama yang berkembang pada masa pemerintahan Airlangga ialah agama Hindu aliran Wisnu atau Waisnawa sehingga Airlangga dianggap sebagai titisan Dewa Wisnu yang bertugas memelihara perdamaian dunia. Pada masa pemerintahan Jayabaya, Jayabaya pernah memerintahkan kepada Empu Sedah untuk mengubah Kitab Bharatayuda ke dalam bahasa Jawa kuno.
Karena tidak mampu menyelesaikannya, maka penulisan kitab Bharatayuda tersebut dilanjutkan oleh Empu Panuluh. Dalam kitab tersebut, Jayabaya disebut beberapa kali sebagai sanjungan kepada raja. Kitab Bharatayuda bertuliskan tahun candrasangkala yang berbunyi sangakuda suddha candrama atau tahun 1079 Saka (tahun 1157).
Pada masa Kerajaan Majapahit, dihasilkan karya sejarah Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca pada tahun 1365. Adapun isi dari Kitab Negara kertagama adalah sebagai berikut.
- Sejarah raja-raja Singosari dan Majapahit dengan masa pemerintahannya.
- Keadaan kota Majapahit dan daerah-daerah kekuasaannya.
- Kisah perjalanan Raja Hayam Wuruk ketika berkunjung ke daerah kekuasaannya di Jawa Timur beserta daftar candi-candi yang ada.
- Kehidupan keagamaan dan pelaksanaan upacara-upacara keagamaan di kerajaan. Misalnya, upacara Srrada untuk menghormati roh Gayatri dan menambah kesaktian sang Raja.
b. Zaman Islam
Pada masa Islam, tradisi penulisan sejarah terus berlanjut. Tema-tema sebagian ada yang disesuaikan dengan kebudayaan Islam, sedangkan sebagian lainnya merupakan hasil ciptaan baru. Adapun jenis-jenis penulisan sejarah zaman Islam meliputi hikayat dan babad.
Walaupun karya-karya sejarah tersebut tidak mengandung unsur kronologi suatu peristiwa sejarah, namun isinya menunjukkan tradisi tulis yang menjadi dasar dimulainya tradisi sejarah. Tradisi tulis tersebut terkait dengan kebudayaan Hindu-Buddha, Islam, atau sintesis dari dua kebudayaan tersebut.
Hasil-hasil kesusastraan zaman Hindu-Buddha yang disesuaikan dengan budaya Islam. Sementara itu, daerah sekitar Selat Malaka (daerah Melayu) sebagian besar merupakan hasil karya sastra dalam bentuk baru.
1. Hikayat
Naskah Sejarah Kuno |
Hikayat adalah karya sastra tradisional berisi cerita sejarah atau cerita roman yang dibaca sebagai pelipur lara, pembangkit semangat juang, dan untuk meramaikan pesta. Kisah sejarah berbentuk hikayat adalah Sejarah Negeri Kaedah, Hikayat Aceh, Hikayat Raja-raja Pasai, Sejarah Melayu (Sullalatussalatin), Hikayat Hasanuddin, Sejarah Raja-raja Riau, dan Tuhfat al Nafis.
Pada zaman dahulu di Pulau Sumatera, hikayat menjadi suatu tradisi yang selalu dibaca saat diselenggarakannya suatu perjamuan atau pesta. Sementara yang berbentuk hikayat yang cukup populer adalah certa tentang Panji. Cerita Panji ini mulanya berasak dari masa akhir Majapahit kemudian menyebar ke Bali, Lombok, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Malaysia, Thailand, dan Kamboja.
Melihat luas cakupan penyebarannya, maka cerita Panji, termasuk pula ke dalam kategori hikayat adalah cerita Amir Hamzah. Cerita Amir Hamzah mula-mula berasal dari Persia kemudian menyebar ke Malaysia, Sumatera, dan Jawa.
Contoh hikayat yang merupakan karya Indonesia asli adalah Hang Tuah dan Bayan Budiman dari Sumatera. Sementara Serat Rama dan Arjuna sasrabahu merupakan hasil gubahan sastra lama yang terdapat di Jawa.
2. Babad
Babad Nitik Sultan Agung |
Babad adalah cerita sejarah tradisional di kalangan masyarakat Jawa. Babad ditulis oleh pujangga keraton untuk memperkuat legitimisi sejarah raja yang sedang berkuasa. Cerita babad berisi riwayat hidup raja, silsilah raja sebagai kekuasaan dan pusat dunia, hubungan raja dengan dinasti sebelumnya atau dengan para nabi dan dewa.
Misalnya, Babad Tanah Jawi, Babad Giyanti, dan Babad Pasundan. Oleh karena itu, cerita babad mengandung hal-hal yang irasional dan mencampuradukkan antara mitos dan realitas. Misalnya dalam kitab Babad Tanah Jawi, Sutawijaya mendapat Pulung (cahaya sakti) untuk berkuasa sebagai pendiri raja dinasti Mataram.
Namun, kisah babad yang berkembang pada abad ke-18 seperti Babad Giyantri, Diponegoro, Nitik Sultan Agung, dan Babad Banten mulai mengandung kebenaran sejarah. Sebagai kisah sejarah babad merupakan sumber sejarah mengenai keadaan masyarakat pada masa itu.
Namun, sifatnya yang regiosentris dan istanasentris memerlukan penafsiran yang kritis dalam penelitian sumber sajarah tradisional tersebut.
Selain kedua bentuk karya sastra tersebut, masih banyak lagi terdapat beberapa jenis karya sejarah pada masa kerajaan Islam yang tidak dapat digolongkan ke dalam jenis babad dan hikayat. Karya sejarah tersebut mengisahkan riwayat nabi atau para dewa.
Misalnya, kitab Manikmaya, yang menceritakan penciptaan alam semesta oleh Tuhan, kisah nabi Adam AS, nabi Ibrahim AS, dan Nabi Ismail. Selain itu, terdapat karya sastra berisi ajaran moral dan tuntunanan hidup sesuai dengan agama dan adat. Misalnya, butanussalatin (Taman Raja) dan Tajussalatin (Mahkota semua raja).
Kitab Tajussalatin ditulis oleh Bukhari al Jauhari pada tahun 1603 di Aceh. Tajussalatin ditulis oleh Nurrudin ar Raniri atas perintah Sultan Iskandar II dari Aceh pada tahun 1638.
Bustanussalatin mengisahkan riwayat para nabi sejak nabi Adam sampai nabi Muhammad, riwayat nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasyidin, sejarah bangsa Arab masa dinasti Umaayah dan Abasiyah, sejarah raja-raja di Malaka dan Pahang serta raja - raja Aceh.
c. Ciri-Ciri Historiografi Tradisional
Karena ditulis oleh pujangga kerajaan maka Historiografi tradisional hanya merekam kehidupan kalangan istana dalam bentuk hikayat, kronik, dan syair sejarah. Adapun beberapa ciri dari historiografi tradisional, antara lain sebagai berikut.
1. Bersifat Istanasentris, Religiomagis, dan Regiosentris
Historiografi tradisional bersifat istanasentris, religiomahis, dan refiosentris. Istana sentris artinya kisah sejarah tradisional hanya berisi kehidupan raja atau keluarga kerajaan yang berdiam di istana. Religiomagis artinya kisah sejarah tradisional selalu dihubungkan dengan kepercayaan mengenai hal-hal yang bersifat gaib.
Raja atau pemimpin kadang-kadang juga digambarkan sebagai seorang yang sakti dan memiliki hubungan dengan makhluk gaib atau dewa setempat yang menguasaai kekuatan alam gaib. Untuk memperkuat isi historiografi tradisional, para pujangga kerajaan sering kali menggunakan cerita rakyat berupa legenda, mitos, dan folklor untuk memperkuat legitimisi mistis penguasa.
Misalnya, dalam Babad Tanah Jawi diuraikan hubungan mistis raja Mataram sejak Panembahan Senopati dengan penguasa Laut Selatan dalam legenda tradisional Jawa, Nyi Roro Kidul.
Adanya unsur-unsur gaib dalam sejarah tradisional disebabkan karena pola pikir para pujangga krataon serta masyarakat masa tradisional pada saat itu belum bisa membedakan anatara hal khayalan (imajinatif) dan hal yang nyata (realistis).
Regiosentris artinya historiografi tradisional menyajikan kisag sejarah mengenai pengalaman kolektif suatu kelompok masyarakat pada masa lalu. Misalnya, kisah babad Kerajaan Jawa hanya membahas lingkungan budaya masyarakat Jawa masa tradisional.
2. Memperkuat Legitimasi Penguasa
Di dalam kisah historiografi tradisional, para pujangga istana menyusun silsilah yang menghubungkan raja dengan dinasti sebelumnya atau dengan para nabi dan dewa. Misalnya, dalam Hikayat Melayu, raja Melayu selalu dikaitkan dengan Raja Iskandar Zulkarnain yang turun di Bukit Siguntang.
Tujuan pemberian silsilah tersebut ialah memperkuat legitimasi kekuasaan raja sebagai keturunan dari raja terdahulu. Namun, isi tulisan tersebut tidak didukung oleh fakta sejarah.
Penutup
Demikianlah pembahasan tentang perkembangan penulisan sejarah di indonesia mengenai historiografi tradisional. Semoga pembahasan tersebut dapat memberikan pelajaran dan pengetahuan tentang sejarah serta menambah wawasan dalam informasi sejarah.
Posting Komentar untuk "Perkembangan Penulisan Sejarah di Indonesia : Historiografi Tradisional"
Posting Komentar
Jika ada yang ingin disampaikan, silahkan tinggalkan pesan dikolom komentar :)