Tradisi Tulis di Dalam Istana : Prasasti dan Karya Sastra
Seperti yang diketahui, menulis merupakan cara yang paling tepat untuk mengekspersikan apa yang sedang dialami, bisa itu kejadian, atau bahkan sesuatu yang ingin disampaikan.
Oleh sebab itu tulisan sejarah banyak sekali yang diabadikan, karena merupakan bentuk nyata dari kisah sejarah dan sebagai informasi sejarah yang akurat, salah satunya tradisi tulis di dalam istana.
Ragam Contoh Tradisi Tulis di Dalam Istana
Pada masa praaksara, bahasa lisan merupakan alat komunikasi yang penting. Pada zaman sejarah, ada banyak ragam suku, bahasa, budaya dan tradisi di Indonesia. Bahasa tulisan menjadi alat komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui tulisan, ide-ide dan pikiran manusia dapat dikomunikasikan secara langsung atau tidak langsung kepada generasi penerus.
Pada awalnya, tradisi tulisan berkembang di lingkungan istana untuk mencatat peristiwa-peristiwa penting dalam kerajaan, surat-menyurat kerajaan, peraturan, dan perintah raja serta penulisan karya sastra.
Keberadaan peninggalan sejarah merupakan bukti mulai munculnya tradisi tulisan di istana, salah satu tulisan tersebut adalah prasasti atau inskripsi dan karya sastra.
a. Prasasti
Prasasti adalah tulisan yang dipahatkan pada batu berisi catatan sejarah peristiwa penting kerajaan. Salah satu fungsi prasasti adalah memberikan peringatan atas suatu peristiwa penting kepada generasi berikutnya.
Beberapa contoh tradisi penulisan prasasti yang berkembang pada masa Kerajaan Hindu-Buddha adalah prasasti Tarumanegara dan contoh lainnya adalah inskripsi atau prasasti pada Prasasti Kota Kapur (pada zaman kerajaan Sriwijaya abad ke-7) yang ditulis dengan huruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno. Prasasti berperan penting dalam menggambarkan sumbangan kerajaan di bidang keagamaan.
Prasasti yang ditemukan di Indonesia, umumnya menggunakan berbagai bahasa, antara lain sebagai berikut.1. Bahasa Sanskerta
Prasasti dengan menggunakan bahasa Sanskerta, umumnya digunakan oleh kerajaan-kerajaan di Indonesia yang tumbuh pada abad ke-4 sampai dengan abad ke-9.
Misalnya, prasasti yang dipahatkan pada tiang batu (yupa) hasil peninggalan Kerajaan Kutai dan prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara (Prasasti Ciaruteun, Prasasti Jambi, Prasasti Kebun Kopi, Prasasti Pasir Awi, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Tugu, dan Prasasti Cidangiang). Masih ada banyak prasasti-prasasti lain yang belum dibahas keseluruhan.
Namun beberapa contoh prasasti tersebut merupakan bukti nyata bahwa ada banyak Tradisi tulis yang berkembang di Indonesia.
Prasasti Yupa merupakan peninggalan sejarah Kerajaan Kutai |
2. Bahasa Jawa Kuno
Prasasti dengan menggunakan bahasa Jawa kuno dipakai pada abad ke-9. Misalnya, pada Prasasti Kedu (907 M) atau Prasasti Mantyasih peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. Prasasti tersebut sudah sangat lama sekali, sepeninggal Kerajaan Mataram Kuno Prasasti tersebut digunakan sebagai media untuk menuliskan sejarah dan mewariskan nya kepada generasi penerus.
3. Bahasa Melayu Kuno
Prasasti dengan menggunakan bahasa Melayu kuno dijumpai di daerah Sumatera. Misalnya, Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuo, dan Prasasti Telaga Batu yang merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya.
Pada masa pemerintahan raja Dapunta Hyang prasasti-prasasti tersebut merupakan saksi bahwa dahulu Kerajaan Sriwijaya pernah menjadi Kerajaan yang menguasai wilayah Nusantara, namun perlahan kekuasaan wilayah Kerajaan Sriwijaya berkurang seiring dengan berkembangnya budaya dan tradisi masyarakat yang ada di Indonesia.
4. Bahasa Bali Kuno
Prasasti dengan menggunakan bahasa Bali kuno merupakan prasasti yang digunakan pada prasasti peninggalan kerajaan-kerajaan di Bali. Huruf yang sering digunakan adalah huruf Pallawa, Jawa kuno, dan Pranagari.
Salah satu contoh prasasti yang menggunakan bahasa Bali kuno adalah Prasasti Julah dan Prasasti Ugrasena. Selain itu masih ada beberapa prasasti lagi, namun admin belum mendapatkan informasi lebih lanjut tentang kebenaran prasasti tersebut.
b. Karya Sastra
Semenjak bangsa Indonesia mengenal tulisan maka seni sastra mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sayangnya, tidak semua hasil karya sastra tersebut tetap awet. Hal tersebut disebabkan buku-buku yang dipakai untuk menuliskan karya-karya sastra tersebut masih terbuat dari bahan-bahan yang mudah rusak.
Sebelum ditemukan kertas, masyarakat zaman kuno telah terbiasa menuliskan catatan penting atau karya sastra mereka pada daun lontar atau kropak yang tidak tahan lama dan cepat rusak. Di samping itu, perubahan politik, peperangan, hancurnya istana, dan kurangnya perhatian akan nilai-nilai kebudayaan tradisional ikut mempercepat proses hilangnya hasil-hasil kesusastraan kuno.
Keadaan tersebut terjadi pada abad ke-7 dan ke-8 di dua buah kerjaan besar, yaitu Kerajaan Sriwijaya di Sumatera dan Kerajaan Mataram di Jawa Tengah. Adapun karya-karya sastra zaman Hindu yang telah dibukukan adalah karya-karya sastra yang berasal dari masa Kerajaan Kediri sampai dengan Kerajaan Majapahit (pada abad ke-11 sampai abad ke-16).
Pada rentang waktu tersebut, keraton memang menghasilkan banyak pujangga yang menulis karya sastra. Keadaan itu mencapai puncaknya pada masa Kerajaan Kediri (abad ke-11 sampai 12). Di kerajaan Hindu-Buddha di Jawa Tengah, naskah karya sastra yang ditulis pada daun lontar disebut dengan kesusastraan Parwa.
Kitab Arjunawijaya |
Kesusastraan Parwa sangat penting bagi perkembangan sastra Jawa Kuno. Hal itu disebabkan Parwa menjadi sumber utama cerita kakawin dan wayang. Keberhasilan Parwa juga menjadi pendorong perkembangan sastra Jawa kuno di Jawa Timur yang berakhir dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit, kerajaan Hindu-Buddha berakhir di Jawa pada abad ke-16.
Tulisan Parwa mencakup beraneka ragam topik, seperti agama dan etika, sejarah, kedokteran, hukum, kesusastraan cerita (kakawin), dan syair (kidung). Beberapa contoh karya sastra yang dihasilkan di istana pada zaman Hindu-Buddha adalah Kitab Hariwangsa, Gatut Kacasraya, Smaradahana, dan Somanasantaka (zaman Kerajaan Kediri), Kitab Laudhaka (zaman Kerajaan Singosari), Negara Kertagama, Arjunawijaya, Sutasoma, dan Harisraya (zaman Kerajaan Majapahit).
Karya-karya zaman Hindu-Buddha tersebut ada yang berbentuk tutur (kitab keagamaan dan filsafat), sastra (kitab hukum), wiracarita (cerita kepahlawanan), dan kitab-kitab sejarah lainnya. Adapula sebuah kitab yang hilang dan ditemukan kembali Naskahnya, yaitu penemuan kembali naskah Negarakertagama.
Kitab Negarakertagama karya Empu Prapanca merupakan salah satu hasil karya sastra bangsa Indonesia yang muncul dari masa keemasan sejarah Kerajaan Majapahit pada abad ke-14. Setelah hilang selama beberapa abad, salinan naskah tersebut akhirnya berhasil ditemukan kembali di beberapa tempat di Pulau Lombok dan Bali.
Karya sejarah yang mengupas sejarah tentang Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk yang ditulis dalam 98 pupuh itu kini telah disalin atau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Misalnya, ditulis kembali oleh sejarawan Slamet Mulyono dengan judul Tafsir Sejarah Negara Kretagama.
Penutup
Ada beragam Tradisi Tulis di Dalam Istana yang dimiliki oleh tradisi kesenian di Indonesia. Hal tersebut terbukti karena masih banyaknya peninggalan sejarah yang telah ditemukan, akan tetapi karena Indonesia dihuni oleh lebih dari triliyunan penduduk peninggalan sejarah tersebut tidak bisa disebutkan satu per satu.
Namun kita tidak perlu khawatir, meskipun tradisi peninggalan sejarah nenek moyang masih ada yang belum ditemukan, tradisi kesenian di Indonesia sudah dikenal luas dan diakui di seluruh penjuru dunia.
Semoga pembahasan mengenai tradisi tulis di dalam istana tentang prasasti dan karya sastra ini dapat menjadi pembelajaran, pengetahuan, dan sebagai tambahan wawasan tentang sejarah dan informasi sejarah.
1 komentar untuk "Tradisi Tulis di Dalam Istana : Prasasti dan Karya Sastra"
Jika ada yang ingin disampaikan, silahkan tinggalkan pesan dikolom komentar :)