Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah

sejarah berdirinya dinasti umayyah

Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abd Manaf. Ia adalah seorang tokoh penting dari kaum Quraisy pada masa jahiliyah, yang memiliki cukup hak untuk berkuasa di zaman jahiliyah karena berasal dari keluarga bangsawan dengan kekayaan yang berlimpah. 

Umayyah juga mempunyai sepuluh orang putra dan orang yang memiliki unsur tersebut di zaman jahiliyah berarti telah mempunyai jaminan untuk memperoleh kehormatan dan kekuasaan.  Ia dan pamannya, Hasyim bin Abd Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan.

Sekilas Tentang Dinasti Umayyah

Pada masa pra-Islam sebagai suku Quraisy, Bani Umayyah dan Bani Hasyim selalu bersaing untuk menduduki kursi pimpinan Bani Umayyah lebih berperan dalam bidang pemerintahan dan perdagangan, dengan demikian mereka lebih banyak menguasai bidang perekonomian dibanding Bani Hasyim.

Ketika agama Islam mulai berkembang dan mendapatkan pengikut, Bani Umayyah merasa bahwa kekuasaan dan perekonomiannya terancam. Dengan demikian, Bani Umayyah menjadi penentang utama terhadap perjuangan Muhammad SAW (Bani Hasyim). Abu Sufyan bin Harb adalah salah seorang keturunan Umayyah yang sering kali menjadi jenderal dalam beberapa peperangan melawan pihak Bani Hasyim. 

Setelah Islam menjadi kuat dan dapat merebut Mekkah, pihak Abu Sufyan menyerah, di antara mereka adalah Muawiyah bin Abu Sufyan, yang kemudian memeluk Islam sebagaimana penduduk Mekkah lainnya.

Awal berperannya Bani Umayyah dalam sejarah Islam adalah menjadi administrator terkemuka pada masa pimpinan Nabi Muhammad SAW dan masa pemerintahan berikutnya. Pada masa khalifah Utsman ibn Affan (644–656 M), Muawiyah bin Abi Sufyan menjabat sebagai gubernur Syiria. 

Kemudian pada masa khalifah Ali r.a (khalifah keempat yang menjadi anak menantu Nabi Muhammad SAW), Muawiyah bin Abi Sufyan melakukan agitasi dan menuntut pengungkapan dalang atas pembunuhan Utsman ibn Affan hingga terjadi peristiwa perang saudara pertama dalam sejarah antar sesama umat Islam tahun 656–661 M.

Berdirinya Dinasti Umayyah dilatarbelakangi oleh peristiwa tahkim pada perang Shiffin. Karena setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, Muawiyah bin Abi Sufyan beserta sejumlah sahabat lainnya angkat bicara di hadapan masyarakat dan mendorong mereka agar menuntut darah Utsman dari orang-orang yang telah membunuhnya. 

Tragedi kematian Utsman ini dijadikan dalih oleh Muawiyah untuk mewujudkan ambisinya. Dalam hal ini Muawiyah dan pengikutnya menuntut kepada Ali bin Abi Thalib sebagai pengganti Utsman agar menyerahkan para pembunuh Utsman kepada mereka. Akan tetapi tuntutan tersebut tidak dipenuhi oleh Ali bin Abi Thalib dan hal tersebut oleh Muawiyah dijadikan sebagai alasan untuk tidak mengakui kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.

Latar belakang lahirnya Dinasti Umayyah ialah dalam kondisi dan situasi di tengah-tengah terjadinya pertentangan politik antara golongan. Oleh karena peristiwa takhim sangat penting dalam sejarah politik negara Islam, adalah perlu untuk kita menyingkap hakikat sebenarnya pada babak-babaknya di mana peristiwa ini telah disalahtanggapi dan telah disalahtafsirkan. 

Akibatnya timbul kesan buruk yaitu menjatuhkan kedudukan dan martabat para sahabat. Peristiwai tahkim yang tersebar itu telah menjadikan sebagian sahabat sebagai penipu dan orang yang mudah terperdaya dan sebagian yang lain dituduh sebagai perakus kuasa.

Pada akhir masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Syiah, Muawiyah, dan Khawarij. Keadaan ini tentunya tidak menguntungkan bagi Ali, posisi Ali semakin lemah, sementara posisi Muawiyah semakin kuat. Pada tahun 40 H/ 60 M, Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij dan wafat dalam usia 63 tahun. 

Setelah Ali bin Abi Thalib wafat, kedudukannya sebagai khalifah dijabat oleh anaknya, Hasan. Namun karena penduduk Kufah tidak mendukungnya, seperti sikap mereka terhadap ayahnya, maka Hasan semakin lemah, sementara Muawiyah semakin kuat. Maka Hasan mengadakan perjanjian damai dengan Muawiyah dengan menanggalkan jabatan khalifah untuk Muawiyah pada tahun 41 H/ 661 M, agar tidak terjadi pertumpahan darah yang sia-sia. 

Perjanjian tersebut dapat mempersatukan umat Islam dalam satu kepemimpinan politik, yakni di bawah kepemimpinan Muawiyah bin Abii Sufyan. Tahun tersebut dalam sejarah dikenal sebagai tahun al-Jama'ah (tahun persatuan), sebagai tanda bahwa umat Islam telah menyepakati secara aklamasi mempunyai hanya satu orang khalifah. 

Di sisi lain penyerahan tersebut menjadikan Muawiyah sebagai penguasa absolut dalam Islam. Dengan demikian, maka berakhirlah apa yang disebut dengan masa Khulafa' al-Rasyidin.

Muawiyah selain sebagai pendiri juga sebagai khalifah pertama Bani Umayyah. Pada awal masa pemerintahan Bani Umayyah, langkah strategis yang dilakukan Muawiyah adalah dengan memindahkan ibu kota negara dari Madinah ke Damaskus. Pemindahan ibu kota negara ini memiliki implikasi politis dan merupakan fenomena baru yang disuguhkan Muawiyah kepada masyarakat dan rival politiknya. 

Damaskus bagi Muawiyah merupakan basis kekuasaan dan kekuatan, sehingga sangat logis kalau pusat pemerintahannya tidak memakai kota Madinah. Perluasan wilayah Islam kembali dilanjutkan, hingga sampai benua Afrika, Asia tengah dan benua Eropa.

Kekuasaan bani Ummayyah yang hampir satu abad ini terbagi menjadi 14 kali pergantian kekuasaan dengan 2 kategori, yaitu kekuasaan Bani Ummayyah di daerah Damaskus dan Bani Umayyah di daerah Andalusia.

Khalifah-khalifah Dinasti Umayyah dan Pemerintahannya

1. Muawiyah (41-60 H/661-680 M)

Muawiyah dilahirkan kira-kira 15 tahun sebelum Hijrah, dan masuk Islam pada hari penaklukkan kota Mekah bersama-sama penduduk kota Mekah lainnya. Muawiyah bin Abi Sufyan adalah pendiri Daulah Bani Umayyah dan menjabat sebagai Khalifah pertama. 

Ia memindahkan ibu kota dari Madinah al Munawarah ke kota Damaskus dalam wilayah Suriah. Pada masa pemerintahannya, ia melanjutkan perluasan wilayah kekuasaan Islam yang terhenti pada masa Khalifah Usman dan Ali. 

Di samping itu, ia juga mengatur tentara dengan cara baru dengan meniru aturan yang ditetapkan oleh tentara di Bizantium, membangun administrasi pemerintahan dan juga menetapkan aturan kiriman pos. Muawiyah meninggal dunia dalam usia 80 tahun dan dimakamkan di Damaskus di pemakaman Bab Al-Shagier.

2. Yazid (60-64 H/680-683 M)

Namanya Yazid bin Muawiyah. Ia lahir pada tahun 22 H/643 M. Ibunya Maisun al Kalbiyah yaitu seorang wanita padang pasir yang dikawini Muawiyah sebelum ia menjadi Khalifah. Penunjukan Muawiyah terhadap penggantinya adalah suatu tindakan yang bijaksana, dan adanya yang baru itu dari kalangan Bani Umayyah adalah suatu hal yang dapat diterima karena keadaan darurat. 

Muawiyah mewajibkan seluruh  rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Meskipun dalam internal Bani Umayyah ada orang yang lebih baik daripada Yazid, misalnya  Abdul Malik bin Marwan. Deklarasi pengangkatan Yazid sebagai putra mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.

3. Muawiyah II (64 H/683 M)

Muawiyah bin Yazid menjabat sebagai Khalifah pada tahun 683-684 M dalam usia 23 tahun. Dia seorang yang berwatak lembut. Dalam pemerintahannya, terjadi masa krisis dan ketidakpastian, yaitu timbulnya perselisihan antar suku di antara orang-orang Arab sendiri. Ia hanyalah seorang pemuda yang lemah. 

Masa jabatannya tidak lebih dari 40 hari. Kemudian ia mengundurkan diri karena sakit. Dan selanjutnya ia mengurung dirinya di rumah sampai ia meninggal tiga bulan kemudian. 

4. Marwan bin Hakam (64-65 H/683-685 M)

Marwan bin Hakam memegang peranan penting dalam perang Jamal. Setelah perang Jamal selesai, Marwan mengundurkan diri dari kancah politik kemudian ia memberikan baiat dan sumpah setianya atas pengangkatan Ali menjadi Khalifah. Marwan adalah seorang yang bijaksana, berpikiran tajam, fasih berbicara, dan berani. 

Ia ahli dalam pembacaan al-Quran dan banyak meriwayatkan hadis-hadis dari para sahabat Rasulullah yang terkemuka, terutama dari Umar bin Khattab dan Usman bin Affan. Ia juga telah berjasa dalam menertibkan alat-alat takaran dan timbangan. Ia meninggal pada bulan Ramadhan tahun 63 H.

5. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/685-705 M)

Khalifah Abdul Malik memerintah paling lama, yakni 21 tahun ditopang oleh para pembantunya yang juga termasuk orang kuat dan menjadi kepercayaannya, seperti al-Hajjaj bin Yusuf yang gagah berani di medan perang dan Abdul Aziz, saudaranya yang dipercaya memegang jebatan sebagai Gubernur Mesir. 

Adapun karakter Abdul Malik, antara lain ialah percaya diri, dan di antara orang-orang yang semasa dengan dia tak ada yang dapat menandinginya. Di antara karya Abdul Malik yang patut dipuji ialah mengarahkan kantor-kantor pemerintahan, membuat mata uang dengan cara yang teratur.

6. Al-Walid bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M)

Khalifah al Walid dilahirkan pada tahun 50 H. Tumbuh dengan semua kemewahan. 

Pada masa pemerintahannya kekayaan dan kemakmuran melimpah ruah. Kekuasaan Islam melangkah ke Spanyol di bawah pimpinan pasukan Thariq bin Ziyad ketika Afrika Utara dipegang oleh Gubernur Musa bin Nusair. 

Karena kekayaan melimpah ruah ia sempurnakan pembangunan gedung-gedung, pabrik-pabrik, dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan sumur untuk para kafilah dagang yang berlalu lalang di jalur tersebut. Ia membangun masjid al-Amawwi yang terkenal hingga masa kini di Damaskus. Khalifah itu wafat tahun 96 H/715 M, dan digantikan Sulaiman.

7. Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H/715-717 M)

Sulaiman bin Abdul Malik dilahirkan pada tahun 54 H/674 M. Khalifah Sulaiman tidak sebijaksana kakaknya. Sulaiman bin Abdul Malik menjadi Khalifah pada usia 42 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 2 tahun 8 bulan. 

Ia tidak memiliki kepribadian yang kuat sehingga mudah dipengaruhi penasehat-penasehat di sekitar dirinya. Satu-satunya jasa yang dapat dikenang dari masa pemerintahannya ialah menyelesaikan dan menyiapkan pembangunan Jamiul Umawi yang terkenal megah dan agung di Damaskus.

8. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-720 M)

Khalifah ketiga yang besar ialah Umar bin Abdul Aziz, meskipun masa pemerintahannya sangat pendek, namun Umar merupakan lembaran putih Bani Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri, mempunyai karakter yang tidak terpengaruh oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan Daulah Umayyah yang banyak disesali. 

Dia merupakan personifikasi seorang Khalifah yang takwa dan bersih, suatu sikap yang jarang sekali ditemukan pada sebagian besar pemimpin Bani Umayyah. Pemerintahan Umar meninggalkan semua kemegahan dunia yang selalu ditunjukkan oleh orang Bani Umayyah. Ketika dinobatkan sebagai Khalifah, ia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada menambah perluasannya. 

9. Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/720-724 M)

Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa pemerintahan Yazid ini, antara lain ialah pemberontakan yang dilakukan oleh Yazid bin Muhallab. Khalifah Umar mencurahkan tenaga yang tidak sedikit untuk melenyapkan segala kezaliman dan memelihara Baitul mal milik kaum muslimin, tetapi Yazid segera meruntuhkan usaha Khalifah yang terdahulu dengan cara mengembalikan tanah-tanah dan hibah-hibah itu kepada para pemegangnya semula.

Pemerintahan Yazid yang singkat itu hanya mempercepat proses kehancuran imperium Umayyah. Pada waktu pemerintahan inilah, propaganda bagi keturunan Bani Abbas mulai dilancarkan secara aktif. Yazid meninggal pada tahun 105 H/723 M dan memerintah selama 4 tahun 1 bulan.

10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/724-743 M)

Hisyam termasuk Khalifah-khalifah yang terbaik. Terkenal sebagai seorang yang penyantun dan bersih pribadinya. Pada masa pemerintahannya muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. 

Pemerintahan Hisyam yang lunak dan jujur menyumbangkan jasa yang banyak untuk pemulihan keamanan dan kemakmuran, tetapi semua kebajikannya tidak bisa membayar kesalahan-kesalahan para pendahulunya, karena gerakan oposisi terlalu kuat, sehingga Khalifah tidak mampu mematahkannya. 

Meskipun demikian, pada masa pemerintahan Khalifah Hisyam, kebudayaan dan kesusastraan Arab serta lalu lintas dagang mengalami kemajuan.

11. Al-Walid bin Yazid (125-126 H/743-744 M)

Daulah Ummayah mengalami kemunduran di masa pemerintahan Walid bin Yazid. Ia berkelakuan buruk dan suka melanggar norma agama. Kalangan keluarga sendiri benci padanya. Dan ia mati terbunuh. Meskipun demikian, kebijakan yang paling utama yang dilakukan oleh al-Walid bin Yazid ialah melipatkan jumlah bantuan sosial bagi pemeliharaan orang-orang buta dan orang-orang lanjut usia yang tidak mempunyai keluarga untuk merawatnya. 

Ia menetapkan anggaran khusus untuk pembiayaan tersebut dan menyediakan perawat untuk masing-masing orang. Masa pemerintahannya berlangsung selama 1 tahun 2 bulan. Dia wafat dalam usia 40 tahun.

12. Yazid bin Walid (126 H/744 M)

Pemerintahan Yazid bin Walid tidak mendapat dukungan dari rakyat, karena perbuatannya yang suka mengurangi anggaran belanja negara. Masa pemerintahannya penuh dengan kemelut dan pemberontakan. Yazid meninggal dunia setelah memangku jabatan Khalifah dalam masa beberapa bulan itu. Ia memberikan wasiat bagi saudaranya, Ibrahim untuk menjadi Khalifah sesudahnya.

13. Ibrahim bin Walid (126 H/744 M)

Ibrahim bin al-Walid hanya memerintah dalam waktu singkat pada tahun 126 H, sebelum ia turun tahta, dan bersembunyi dari ketakutan terhadap lawan-lawan politiknya. Karena kondisi pemerintahan saat itu mengalami goncangan, naiknya Ibrahim bin Walid sebagai khalifah tidak disetujui oleh sebagian kalangan keluarga Bani Umayyah. Dia memerintah selama 3 bulan dan wafat pada tahun 132 H.

14. Marwan bin Muhammad (127-132 H/744-750 M)

Beliau seorang ahli negara yang bijaksana dan seorang pahlawan. Beberapa pemberontak dapat ditumpas, tetapi dia tidak mampu menghadapi gerakan Bani Abbasiyah yang telah kuat pendukungnya. Marwan bin Muhammad melarikan diri ke Hurah, terus ke Damaskus. 

Namun Abdullah bin Ali yang ditugaskan membunuh Marwan oleh Abbas As-Syaffah selalu mengejarnya. Akhirnya sampailah Marwan di Mesir. Di Bushair, daerah al-Fayyun Mesir, dia mati terbunuh oleh Shalih bin Ali, orang yang menerima penyerahan tugas dari Abdullah.

Marwan terbunuh pada tanggal 27 Dzulhijjah 132 H/5 Agustus 750 M. Dengan demikian tamatlah kedaulatan Bani Umayyah, dan sebagai tindak lanjutnya dipegang oleh Bani Abbasiyah.

Penutup

Demikianlah pembahasan mengenai Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah. Semoga pembahasan tersebut dapat memberikan pelajaran dan pengetahuan tentang sejarah, serta menambah wawasan dalam informasi sejarah.

Posting Komentar untuk "Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah"