Cara Mewariskan Masa Lalu kepada Masyarakat yang belum Mengenal Tulisan

warisan sejarah

Setiap masyarakat yang hidup pada suatu zaman akan selalu memiliki tradisi sesuai dengan zamannya. Tradisi merupakan adat kebiasaan yang bersifat turun-temurun.

Tradisi bersifat mengikat dan selalu dipatuhi oleh seluruh warga masyarakat karena sudah menjadi adat yang turun-temurun. Kepatuhan tersebut didasari keyakinan bahwa nilai-nilai sosial yang diwariskan generasi pendahulu merupakan nilai-nilai yang paling baik dan benar.

Dengan demikian, tradisi merupakan ikatan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Tradisi yang dianut oleh suatu masyarakat merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Misalnya, tradisi sejarah yang berkembang pada masyarakat praaksara adalah bagian dari kebudayaan masyarakat praaksara.

Cara Masyarakat Praaksara Mewariskan Masa Lalunya

Tradisi sejarah masyarakat praaksara berkaitan dengan konsep kebudayaan. Kebudayaan merupakan suatu ciri khas atau identitas tersendiri yang mencerminkan kepribadian adat istiadat dari suatu golongan tertentu.

Dalam definisi ini, kebudayaan mencakup proses belajar dalam sejarah hidup manusia yang diwariskan antar-generasi. Karena belum mengenal tulisan, pewarisan tradisi sejarah dalam masyarakat praaksara dilakukan melalui proses belajar yang dilakukan secara turun-temurun. Tradisi sejarah tersebut merupakan unsur-unsur peradaban asli suatu masyarakat.

Seorang sarjana asal Prancis bernama C. Coedes dan ahli purbakala Belanda bernama Brandes  mengidentifikasi unsur-unsur peradaban masyarakat praaksara di Indonesia. Peradaban tersebut merupakan tradisi masyarakat yang berkembang pada saat itu.

Adapun beberapa unsur peradaban Indonesia menurut C. Codes antara lain sebagai berikut.

  1. Memelihara ternak.
  2. Mengenal keterampilan pertukangan.
  3. Mengenal pengetahuan pelayaran.
  4. Mengenal sistem kekerabatan matrilineal.
  5. Sistem kepercayaan animisme, dinamisme, serta pemujaan terhadap roh leluhur.
  6. Mengenal organisasi pembagian air untuk pertanian.
  7. Kepandaian membuat barang-barang gerabah atau tembikar.
  8. Kepercayaan terhadap penguasa gunung.
  9. Mengenal cara pemakaman jenazah seperti pada dolmen atau kubur batu.
  10. Mengenal mitologi pertentangan antara dua unsur kosmos.

Serta unsur peradaban Indonesia asli menurut Dr. Brandes, antara lain sebagai berikut.

  1. Bercocok tanam.
  2. Mengenal prnsip dasar permainan wayang dengan maksud untuk mendatangkan roh nenek moyang.
  3. Mengenal seni gamelan yang terbuat dari perunggu.
  4. Kepandaian membatik.
  5. Pola susunan masyarakat yang macapat, merupakan susunan suatu ibu kota biasanya memiliki tanah lapang atau alun-alun yang dikelilingi oleh istana (keraton), bangunan tempat pemujaan atau upacara agama, pasar, dan penjara.
  6. Telah mengenal alat tukar dalam perdagangan.
  7. Kepandaian membuat barang-barang dari logam.
  8. Memiliki kemampuan yang tinggi dalam pelayaran.
  9. Mengenal pengetahuan astronomi.
  10. Susunan masyarakat yang teratur.

Kesepuluh unsur peradaban tersebut merupakan unsur peradaban asli yang ada di Indonesia. Dari penjelasan tersebut kita dapat mengetahui bahwa pada zaman praaksara dimana manusia sama sekali belum mengenal tulisan, namun masih banyak cara yang dapat dilakukan masyarakat untuk mewariskan masa lalu nya kepada masyarakat yang belum mengenal tulisan, sehingga kejadian-kejadian atau sejarah tersebut tidak hilang begitu saja dari peradaban dunia.

Adapun tujuh unsur pokok kebudayaan yang merupakan kebudayaan universal setiap bangsa di dunia yang telah dirangkum dalam tujuh upaya masyarakat praaksara dalam mewariskan pengetahuannya kepada generasi penerus.

1. Bahasa

Salah satu ciri masyarakat yang berbudaya adalah penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa, manusia saling berinteraksi, bekerja sama, dan saling tolong-menolong. Dengan adanya kerja sama, terciptalah berbagai kelompok masyarakat, seperti keluarga, desa, dan suku.

Berdasarkan unsur-unsur budaya Indonesia asli di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia masa praaksara telah memiliki peradaban yang tinggi.

Karena tulisan belum dikenal, bahasa yang dipergunakan masyarakat Indonesia masa praaksara yang digunakan sebagai alat komunikasi dan merekam serta mewariskan masa lalunya adalah bahasa lisan. Hal itu ter-cermin dalam khazanah folklor dan tradisi lisan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

2. Sistem Pengetahuan

pengetahuan sejarah
Para Nelayan selesai melaut

Sebelum datangnya pengaruh Hindu-Buddha, masyarakat praaksara di Indonesia telah mengenal sistem pengetahuannya sendiri. Misalnya, untuk kegiatan pelayaran dan perdagangan laut mereka telah memanfaatkan sistem perputaran musim.

Masyarakat daerah pesisir pantai yang bekerja sebagai nelayan menggantungkan hidupnya dari laut sehingga mereka harus mengetahui kondisi laut untuk menentukan saat yang baik untuk menangkap ikan di laut.

Pengetahuan tentang kondisi laut tersebut diperoleh melalui tanda-tanda atau letak gugusan bintang di langit. Masyarakat pedesaan yang hidup bertani akan memiliki sistem kalender pertanian tradisional warisan nenek moyang. Misalnya sistem pranatamangsa yang digunakan untuk menentukan kaitan antara kondisi iklim dan kegiatan penanaman padi.

3. Organisasi Sosial

sosial sejarah
Para Petani sedang bergotong royong

Manusia selain sebagai makhluk individu juga merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia tentu perlu berhubungan dan berinteraksi dengan manusia lain. Tujuan interaksi itu adalah agar mereka bisa saling tolong-menolong dan bekerja sama antara satu sama lain. Untuk mencapai tujuan tersebut, manusia membentuk kelompok-kelompok sosial.

Pada masa praaksara, kelompok sosial tersebut masih bersifat sangat sederhana. Tujuan dibentuknya kelompok sosial adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena naluri manusia untuk selalu hidup nersama dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya dan untuk melangsungkan keturunan, kelompok organisasi atau organisasi sosial yang pertama kali terbentuk adalah keluarga.

Selanjutnya, kumpulan keluarga tersebut membentuk suku dan masyarakat. Kehidupan kelompok-kelompok sosial tersebut berlangsung dalam suasana akrab dan dengan pola kerja sama, berupa gotong royong dan saling tolong-menolong. Agar nilai-nilai sosial tersebut tetap terpelihara, maka harus dilakukan pewarisan nilai-nilai tersebut kepada generasi penerus.

4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi

teknologi sejarah
Pembuatan Tembikar tradisional

Pada masa praaksara, masyarakat Indonesia telah memiliki kepandaian membuat alat-alat untuk keperluan hidupnya. Pada masa berburu dan meramu, masyarakat praaksara telah mengenal tradisi pembuatan alat-alat dari batu dan tulang binatang. Pada masa bercocok tanam mulai dikenal kepandaian membuat alat-alat dari gerabah.

Pada masa perundagian, mulai dikenal tradisi pembuatan alat-alat dari logam. Selain barang-barang dari logam, para ahli pertukangan praaksara juga membuat rumah dari kayu, perhiasan, perahu bercadik, dan alat musik. Peralatan hidup tersebut merupakan benda peninggalan sejarah yang diwariskan kepada generasi penerus.

Benda-benda tersebut masih bisa dipakai hingga sekarang, namun sudah tidak sebanyak dahulu. Oleh karena itu para nenek moyang mewariskan masa lalunya kepada generasi penerus melalui benda-benda atau peralatan yang sudah dibuat tersebut.

5. Sistem Mata Pencaharian Hidup

Masyarakat zaman praaksara masih bersifat sederhana sehingga jenis mata pencaharian hidupnya juga sangat terbatas. Namun, secara bertahap sistem mata pencaharian hidup mereka terus berkembang. Perkembangan tersebut berlangsung ketika masyarakat praaksara sudah mulai hidup menetap.

Pada saat hidup menetap mereka mulai mengolah ladang dan sawah mereka sehingga muncul pekerjaan di bidang pertanian. Selanjutnya, tempat tinggal manusia semakin menyebar, baik di datarang rendah, pegunungan, maupun di tepi pantai. Akibat penyebaran pola tempat tinggal tersebut sehingga semakin bertambahnya jenis pekerjaan.

Selain mengusahakan pertanian sebagai mata pencaharian pokok, sebagian besar penduduk juga ada yang berkebun, menjadi tukang serta melakukan perdagangan dalam bentuk barter atau pertukaran barang dengan barang maupun pertukaran barang dengan jasa.

Pengalaman masa lalu di masyarakat praaksara mengenai sistem mata pencaharian hidup dapat diwariskan melalui kebiasaan sehari-hari. Misalnya, keterampilan di bidang pertanian yang dapat diwariskan secara turun-temurun melalui praktik bercocok tanam.

6. Sistem Religi

bangunan sejarah
Bangunan Menhir

Pada masa praaksara, masyarakat Indonesia meyakini akan adanya kekuatan roh nenek moyang yang mengatur alam semesta. Melalui keyakinan adanya kekuatan gaib tersebut tumbuhlah sistem kepercayaan (religi) masyarakat Indonesia. Sistem kepercayaan masyarakat Indonesia diperkirakan telah tumbuh sejak zaman praaksara.

Keyakinan ini dibuktikan dengan adanya penemuan lukisan-lukisan pada dinding-dinding gua dan karang yang diperkirakan berasal dari masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut. Lukisan-lukisan praaksara tersebut tersebar di sejumlah daerah, seperti Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua.

Misalnya, di dinding Gua Leang Patae di Sulawesi Selatan, ditemukan sebuah lukisan berupa cap tangan dengan dasar warna merah yang diperkirakan sebagai simbol perlindungan dari gangguan roh jahat. Bukti sejarah tersebut merupakan tradisi sejarah untuk diwariskan kepada siapa pun yang melihat lukisan tersebut. Sehingga lukisan tersebut tetap ada hingga saat ini.

7. Kesenian

kesenian sejarah
Seni Menenun

Hasrat kesenian masyarakat paraksara sebenarnya telah muncul sejak masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut. Pada masa itu, masyarakat praaksara banyak yang tinggal di gua. Di tempat tersebut, mereka membuat lukisan tangan yang menggambarkan pengalaman hidup mereka.

Misalnya, di gua Raha di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara ditemukan lukisan yang menggambarkan manusia sedang menunggang kuda. Lukisan tangan masyarakat praaksara tersebut juga ditemukan di Sulawesi Selatan, Maluku dan Papua. Lukisan masyarakat praaksara di dinding-dinding karang dan gua yang ditemukan di Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua tersebut mengandung nilai religius serta nilai estetika.

Adanya lukisan-lukisan tersebut merupakan bukti awal bahwa masyarakat praaksara juga telah memiliki hasrat seni. Lukisan tersebut meruoakan salah satu sarana pewarisan seperti perburuan dan kehidupan sosial. Karena belum mengenal tulisan, lukisan tersebut merupakan tradisi sejarah yang diwariskan kepada generasi penerusnya.

Pada masa bercocok tanam dan perundagian, hasrat kesenian masyarakat praaksara semakin meningkat karena pada masa ini banyak waktu senggang yang dimanfaatkan untuk menyalurkan kreasi seninya seperti melukis, menghias barang-barang logam, memahat, membatik, menenun, dan membuat patung.

Penutup

Demikianlah pembahasan mengenai cara mewariskan masa lalu kepada masyarakat yang belum mengenal tulisan. Semoga pembahasan tersebut dapat memberikan pelajaran dan pengetahuan tentang sejarah serta menambah wawasan dalam informasi sejarah.

Posting Komentar untuk "Cara Mewariskan Masa Lalu kepada Masyarakat yang belum Mengenal Tulisan"