Sejarah Perkembangan Manusia Purba
Manusia Purba (prehistoric people) adalah jenis manusia yang hidup jauh sebelum tulisan ditemukan. Manusia purba diyakini telah mendiami bumi sekitar 4 juta tahun yang lalu. Namun demikian, para ahli sejarah meyakini bahwa jenis manusia pertama telah ada di muka bumi ini sekitar 2 juta tahun lalu.
Karena lamanya waktu, sisa-sisa manusia purba sudah membatu atau berubah menjadi fosil. Oleh karena itu, manusia purba juga sering disebut manusia fosil. Manusia purba adalah jenis manusia yang hidup pada zaman pleistosen yang mempunyai ciri-ciri yang sangat sederhana baik bentuk fisik, kecerdasan, maupun tingkat peradabannya.
Dilihat dari ciri-cirinya, manusia purba memiliki volume otak yang lebih kecil dari manusia modern sekarang. Untuk mengetahui kehidupan manusia purba di Indonesia ada dua cara yaitu sebagai berikut.
- Dengan melalui sisa-sisa tulang manusia, hewan, dan tumbuhan yang telah membatu (fosil).
- Dengan melalui peninggalan peralatan dan perlengkapan kehidupan manusia sebagai hasil budaya manusia, seperti alat-alat rumah tangga, bangunan, perhiasan, atau senjata.
Para Peneliti Manusia Purba di Indonesia
Pada waktu dilakukan penggalian diketahui bahwa bumi kita berlapis-lapis. Menurut G.H.R. Von Koeningswald, lapisan bumi dibedakan menjadi tiga lapis yaitu lapisan bawah, lapisan tengah, dan lapisan atas (sebagai lapisan yang termuda).
Pada setiap lapisan tanah tersebut ditemukan fosil dengan kondisi tertentu yang menjadi ciri khas setiap lapisan. Fosil-fosil tersebut disebut fosil pandu, karena dapat memberikan petunjuk tentang perkiraan kehidupan manusia pada saat itu.
Dengan ditemukannya manusia purba di Indonesia (khususnya jawa) telah membuat Indonesia menjadi terkenal dan penting bagi penelitian sejarah, kehidupan, dan perkembangan manusia di masa lampau. Karena banyaknya temuan fosil manusia purba di Indonesia, maka Indonesia sering mendapat julukan museum manusia purba dunia.
Para Ahli dan Ilmuwan Penelitian
Penelitian manusia purba di Indonesia diawali dengan penemuan sebuah tengkorak di desa Wajak, Tulungagung (Jawa Timur) oleh seorang ahli sejarawan asal Belanda yang bernama B.D. Van Riestschotten.
Penemuan itu bersamaan dengan upaya menemukan marmer di daeah tersebut. Sejak penemuan itu, para ahli paleoantropologi baik yang berasal dari luar negri maupun dari dalam negri mengadakan penelitian di Indonesia. Para ahli tersebut diantaranya sebagai berikut.
a. Eugene Dubois
Eugene Dubois merupakan seorang dokter berkebangsaan Belanda yang bekerja dalam korps kesehatan tentara Belanda. Maksud kedatangan Eugene Dubois di Indonesia adalah untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang keberadaan dan kehidupan manusia purba di Indonesia.
Dubois datang ke Indonesia karena tertarik dengan kiriman sebuah tengkorak manusia purba dari seorang temannya, yang bernama Van Rrietschotten pada tahun 1889. Oleh karena kiriman itulah Dubois tertarik untuk melakukan penelitian di Indonesia.
Dalam penelitianya Dubois berhasil menemukan fosil tengkorak di dekat Desa Trinil, Jawa Timur pada tahun 1889. Fosil hasil temuannya tersebut kemudian diberi nama Pithecanthropus erectus (manusia kera yang dapat berjalan tegak).
Fosil tersebut diperkirakan berusia lebih kurang satu juta tahun. Penemuan Dubois tersebut ternyata telah menggemparkan dunia ilmu pengetahuan di bidang paleoantropologi dan biologi. Semua dunia dikabarkan terkejut mendengar hasil temuan dari penelitian Dubois.
Kedatangan Eugene Dubois di Indonesia diikuti oleh sebuah tim paleoantropoloi yang dipimpin oleh Ny. Selenka ke Trinil. Namun, ternyata tim ini kurang beruntung karena hanya berhasil menemukan fosil binatang dan tumbuh-tumbuhan tanpa menemukan satu fosil manusia pun.
b. Ter Haar, Oppernooth, dan G.H.R Von Koeningswald
Ketiga peneliti ini mengadakan penelitian di daerah Ngandong (Kabupaten Blora). Dari hasil penelitianya mereka berhasil menemukan empat belas fosil manusia purba. Fosil-fosil itu lebih dikenal dengan Homo Soloensis karena ditemukan di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo.
Penelitian selanjutnya dilakukan di daerah Sangiran, Surakarta antara tahun 1936-1941. Pada penelitian ini Von Koeningswald menemukan fosil-fosil rahang gigi dan tengkorak manusia. Temuan di Sangiran ini penting karena penemuannya terjadi baik di lapisan pleistosen tengah maupun pleistosen bawah.
c. Tjokrohandoyo dan Duifjes
Kedua peneliti ini mengadakan penelitian di Mojokerto dan di Surakarta. Usaha penggalian yang dilakukan oleh Tjokrohandoyo dan Duifjes telah menemukan dua fosil. Kedua fosil tersebut kabarnya ditemukan di Desa Perning dekat Mojokerto dan Sangiran dekat Surakarta.
Fosil-fosil yang ditemukan tersebut merupakan fosil yang sangat penting, karena diperkirakan berasal dari lapisan tanah yang sudah sangat tua (lebih kurang dua juta tahun yang lalu). Fosil yang ditemukan tersebut diberi nama Homo Mojokertensis.
d. Prof. Dr. Teuku Jacob
Setelah Indonesia merdeka, penelitian tentang manusia purba dilanjutkan oleh para ahli dari Indonesia diantaranya adalah Prof. Dr. Teuku Jacob. Teuku Jacob mengadakan penelitian di Desa Sangiran di sepanjang Sungai Bengawan Solo. Penelitian ini berhasil menemukan tiga belas fosil. Fosil terakhir ditemukan pada tahun 1973 di Desa Sambung macan, Sragen.
Melalui penelitian yang dilakukan oleh para ahli tersebut, berhasil diketahui kehidupan dan keberadaan manusia purba di Indonesia. Penelitian dan penemuan-penemuan tersebut dapat dijadikan sumber yang berharga untuk mengetahui perkembangan manusia purba pada masa prasejarah.
Jenis-jenis Manusia Purba di Indonesia
Ada bermacam jenis manusia-manusia purba yang ditemukan di Indonesia namun admin tidak dapat menyebutkannya satu per satu. Beberapa jenis manusia purba antara lain sebagai berikut :
a. Meganthropus
Gambar manusia purba jenis Meganthropus |
Jenis Meganthropus yang paling terkenal adalah Meganthropus paleojavanicus yang fosilnya ditemukan di Sangiran oleh Von Koeningswald pada tahun 1936 dan 1941. Penemuan fosil tersebut berupa bagian rahang bawah dan 3 buah gigi (1 gigi taring dan 2 gigi geraham).
Meganthropus paleojavanicus berasal dari kata "mega" yang berarti besar, "paleo" yang berarti tua, dan "java" yang berarti jawa. Meganthropus paleojavanicus berarti manusia besar atau raksasa yang diperkirakan manusia pertama yang hidup di Jawa.
Dengan cara stratigrafi fosil meganthropus berada pada lapisan pucangan (pleistosen bawah). Berdasarkan umur lapisan tanah, diperkirakan fosil Meganthropus paleojavanicus berumur satu sampai dua juta tahun. Meganthropus paleojavanicus hidup secara food gathering atau mengumpulkan makanan dari hutan.
Adapun ciri-ciri dari manusia purba jenis Meganthropus paleojavanicus adalah sebagai berikut :
- Sudah berbadan tegap dengan tonjolan tajam di belakang kepala.
- Bertulang pipi tebal dengan tonjolan kening yang mencolok dan tidak berdagu.
- Otot kunyah, gigi, serta rahang besar dan kuat, diperkirakan makanan Meganthropus adalah jenis tumbuh-tumbuhan.
b. Pithecanthropus
Gambar manusia purba jenis Pithecanthropus Erectus |
Pithecanthropus disebut juga manusia kera. Berdasarkan fosil-fosil yang ditemukan, Pithecanthropus merupakan jenis manusia purba yang paling banyak jenisnya di Indonesia. Fosil Pithecanthropus ditemukan di Trinil, Perning daerah Mojokerto, Sangiran, Kedung Brubus, Sambung-macan, dan Ngandong.
Dengan cara stratigrafi, diketahui Pithecanthropus berada pada lapisan pucangan dan kabuh. Berdasarkan umur lapisan tanah, diperkirakan fosil manusia purba jenis Pithecanthropus sangat bervariasi umurnya antara 30.000 sampai dengan dua juta tahun
Adapun ciri-ciri dari manusia purba jenis Pithecanthropus sebagai berikut :
- Tinggi tubuhnya kira-kira 165-180 cm.
- Badan tegap, namun tidak setegap Meganthropus.
- Tonjolan kening tebal dan melintang sepanjang pelipis.
- Otot kunyah tidak sekuat Meganthropus .
- Volume otak 900 cc.
- Hidung lebar dan tidak berdagu.
- Makanan yang dimakan bervariasi, yaitu tumbuhan dan daging hewan buruan.
Adapun jenis-jenis manusia purba dari Pithecanthropus adalah sebagai berikut :
1. Pithecanthropus Mojokertensis (manusia kera dari Mojokerto)
Pithecanthropus Mojokertensis berarti manusia kera dari Mojokerto. Fosil ini diteliti dan diterima oleh Von Koeningswald tahun 1936-1941 di daerah Perning, Mojokerto. Hasil penemuan Von Koeningswald berupa tengkorak anak-anak yang diperkirakan tengkorak anak-anak tersebut berasal dari anak-anaknya Pithecanthropus.
2. Pithecanthropus Soloensis (Manusia kera dari Solo)
Pithecanthropus soloensis merupakan Pithecanthropus yang bertahan hidup sampai dengan akhir pleistosen tengah. Fosil pertama ditemukan di Ngandong, di tepi sungai bengawan Solo pada sekitar tahun 1931-1934. Para peneliti Pithecanthropus soloensis diantaranya Von Koeningswald, Oppernooth, dan Ter Haar.
Hasil penemuan Pithecanthropus di lapisan pleistosen mempunyai arti penting karena menghasilkan satu seri tengkorak berjumlah besar dalam waktu singkat pada satu tempat. Hasil penemuan itu berupa bagian atas tengkorak, tulang dahi, fragmen tulang dinding, dan tulang kering. Dari penemuan tersebut sudah dapat diperkirakan jenis kelamin, usia, bahkan kapasitas otaknya.
3. Pithecanthropus erectus (Manusia Kera yang sudah bisa berjalan tegak)
Fosil manusia purba jenis Pithecanthropus erectus ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1890 di Trinil, Lembah sungai Bengawan Solo yang berasal dari pleistosen trengah. Penelitian ini didasarkan atas penemuan tulang rahang, dua geraham, bagian atas tengkorak, dan tulang paha kiri.
Volume otaknya berada pada volume otak kera dan manusia. Tulang paha menunjukan bahwa makhluk itu sudah berjalan tegak. Itulah sebabnya Eugene Dubois menyimpulkan bahwa hasil temuannya itu disebut Pithecanthropus erectus yang berarti manusia kera yang sudah berjalan tegak.
Penemuan fosil ini sering dihubungkan dengan teori evolusi Charles Darwin. Pithecanthropus erectus dianggap sebagai missing link atau makhluk peralihan dari kera ke manusia. Penemuan fosil ini merupakan penemuan yang paling banyak dan yang paling luas penyebarannya di Indonesia.
Fosil pithecanthropus di kawasan Asia ditemukan di gua di daerah Chou-Kou-Tien, Cina atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pithecantropus (Sinanthropus) dan pekinensis (manusia kuno dari Peking/Beijing).
Pithecanthropus di Afrika ditemukan di Kenya yang dikenal dengan sebutan Australopithecus africanus. Di Eropa Barat, Eropa Tengah, dan Eropa Timur disebut manusia Piltdown dan Heidelberg. Menurut para ahli, jenis makhluk ini kemudian berevolusi menjadi Homo neanderthalasis. Menurut Teuku Jacob, Pithecanthropus sudah bisa bertutur.
c. Homo (Manusia)
Gambar manusia purba jenis Homo Soloensis |
Fosil manusia purba jenis Homo adalah yang paling muda dibandingkan dengan manusia purba jenis lainnya. Manusia purba jenis Homo disebut juga Homo erectus (manusia bverjalan tegak) atau Homo sapiens (manusia cerdas /bijaksana).
Dengan cara stratigrafi dapat diketahui bahwa fosil tersebut berada pada lapisan notopuro. Berdasarkan pada umur lapisan tanah, diperkirakan fosil Homo sangat bervariasi umurnya antara 25.000 - 40.000 tahun .
Berikut ciri-ciri Homo sapiens :
- Tinggi tubuh 130-210 cm.
- Otak lebih berkembang dibandingkan dengan Meganthropus dan Pithecantropus, dengan volume berkisar 1000-2000 cc dan rata-rata 1.350-1.450 cc.
- Otot kunyah, gigi, dan rahang sudah menyusut.
- Tonjolan kening sudah berkurang dan sudah berdagu.
- Mempunyai ciri-ciri ras Mongoloid dan Austra melanesoid.
- Otak besar dan kecil sudah berkembang terutama kulit dan otaknya.
- Berjalan lebih tegak .
- Muka tidak terlalu menonjol ke depan.
- Berkemampuan membuat peralatan dari batu dan tulang meskipun masih sederhana.
Berikut fosil manusia purba jenis Homo yang ditemukan di Indonesia .
1. Homo Soloensis (Manusia dari Solo)
Fosil jenis Homo Soloensis ditemukan oleh Ter Haar, Oppernooth, dan Von Koeningswald pada tahun 1931-1933. Fosil tersebut ditemukan di Ngandong, Blora,di Sangiran dan Sambung-macan, Sragen yang berasal dari lapisan pleistosen atas.
Homo soloensis diperkirakan hidup sekitar 300.000 sampai 900.000 tahun yang lalu. Menurut Von Koningswald makhluk ini lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan Pithecanthropus erectus. Diperkirakan Homo soloensis merupakan evolusi dari Pithecanthropus mojokertensis.
Menurut sebagian para ahli, Homo soloensis dapat digolongkan dengan Homo neanderthalensis yang merupakan manusia purba jenis Homo sapiens dari Asia, Eropa, dan Afrika yang berasal dari lapisan pleistosen atas.
Homo soloensis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
- Otak kecil lebih besar dari pada otak kecil Pithecanthropus erectus.
- Tengkorak lebih besar dari pada Pithecanthropus erectus dengan volume berkisar 1000-1300 cc.
- Tonjolan kening agak terputus di tengah (di atas hidung).
- Berbadan tegap dan tinggi kurang lebih 180 cm.
2. Homo Wajakensis
Fosil manusia purba jenis Homo Wajakensis ditemukan Van Reitschotten pada tahun 1889 di Wajak dekat Tulungagung. Fosil tersebut diiteliti oleh Eugene Dubois dan termasuk kedalam jenis Homo sapiens. Diperkirakan manusia jenis ini sudah dapat membuat alat-alat dari batu maupun tulang.
Mereka juga telah mengenal cara mengolah makanan. Beberapa ahli arkeologi melihat bahwa ada kemiripan antara jenis Homo Wajakensis yang mempunyai kesamaan ciri-ciri dengan ras Mongoloid dan Austramelanesoid.
Homo Wajakensis mempunyai tengkorak yang cukup besar dengan ukuran sekitar 130-210 cm dan berat badan berkisar antara 30-150 kg. Manusia purba ini hidup sekitar 25.000 - 40.000 tahun yang lalu.
Pada masa ini mereka sudah memakan makanan yang dimasak terlebih dahulu meskipun masih sangat sederhana. Fosil Homo Wajakensis juga mempunyai kesamaan dengan fosil manusia Niah di Serawak Malaysia, Manusia Taboon di Pahlawan Filipina, dan fosil-fosil Australoid dari Cina Selatan dan Australia Selatan.
Penutup
Demikianlah pembahasan mengenai sejarah perkembangan manusia purba. Semoga pembahasan tersebut dapat memberikan pelajaran dan pengetahuan tentang sejarah serta menambah wawasan dalam informasi sejarah.
Posting Komentar untuk "Sejarah Perkembangan Manusia Purba"
Posting Komentar
Jika ada yang ingin disampaikan, silahkan tinggalkan pesan dikolom komentar :)