Sejarah Kebudayaan Pendhalungan di Jember
SEJARAH KEBUDAYAAN PENDHALUNGAN DI JEMBER
Fida Lafatus Saniah
Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Jember
Email: fidasaniah@gmail.com
Abstrak
Perpaduan budaya disetiap daerah tentu memiliki keunikan tersendiri, seperti halnya dengan sebutan pendhalungan yang memadukan budaya Jawa dengan Madura sehingga menghasilkan sebuah kultur baru. Dari adanya budaya ini maka bisa digambarkan bahwa tidak semua hal yang berbeda akan menimbulkan akibat yang negatif untuk keberlanjutanya, tetapi 2 unsur yang berbeda jika disatukan dengan tanpa membeda-bedakan maka akan menjadikan suatu hal yang baru. Masyarakat yang tidak terlalu Jawa dan Madura bisa disebut sebagai orang pendhalungan. Budaya pendhalungan sendiri juga sebagai perwakilan dari kultural-kultural daerah setempat yang dapat menjadi dominan komunitas Jawa dengan Madura. Dengan adanya hal ini, menjadi sebuah ciptaan berupa kearifan lokal yang dapat mempertahankan warisan leluhur setiap daerah. Kondisi situasi seperti ini dapat membangun kesetaraan dalam keberagaman kebudayaan setempat. Pada penelitian ini difokuskan pada daerah Jember mengenai latar belakang sejarah budaya pendalungan, serta adanya bukti percampuran kesenian yang mendapat sentuhan antara kedua kultur budaya berbeda sehingga menjadi satu kesatuan seni yang serasi.
Kata Kunci: Pendhalungan, Kesenian, Kultur Budaya
PENDAHULUAN
Kebudayaan setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda antara satu sama lainya,adanya akulturasi budaya di setiap daerah bukan menjadi hal yang asing jika melihat perkembangan yang begitu luas. Adanya unsur-unsur dari kebudayaan lokal menjadi ciri khas budaya daerah masing-masing. Perbedaan dari budaya yang berada di suatu daerah akan harmonis jika adanya rasa saling menerima dan tidak saling membanding-bandingkan. Salah satu kebudayaan yang menerima adanya suatu perbedaan dan menjadikanya sebagai suatu percampuran kebudayaan kultural adalah “pendhalungan”. Percampuran tersebut dapat terjadi disebabkan berbagai faktor yakni adanya pernikahan etnis Jawa dengan Madura serta adanya komunitas didalam masyarakat dengan budaya tertentu sehingga mengakibatkan adanya karakteristik yang khas pada masyarakat tersebut. Budaya pendhalungan yang memiliki karakteristik khas dibandingkan dengan daerah lain, telah menarik para rantau untuk mendapatkan identitas mereka di dalam wilayah tersebut. Para rantau yang memiliki identitas tidak terlalu Jawa dan Madura bisa dikatakan sebagai komunitas pendhalungan, karena didalam budaya tersebut telah adanya akulturasi 2 budaya yaitu Jawa dan Madura. Budaya pendhalungan sendiri juga sebagai perwakilan dari kultural-kultural daerah setempat yang dapat menjadi dominan komunitas Jawa dengan Madura.
TINJAUAN PUSTAKA
Pada penelitian ini penulis banyak menemukan karya ilmiah yang membahas terkait dengan adanya kebudayaan pendhalungan yang ditulis oleh penulis-penulis lain sebelumnya antara lain artikel tentang pendhalungan sebuah periuk besar masyarakat multikultural. Artikel ini membahas tentang adanya komunitas pendhalungan telah memberikan sebuah keberagaman yang dapat membangun kesadaran bersama dalam masyarakat multikultural. Karya ini dilakukan oleh Chistanto P. Raharjo. Penelitian selanjutnya yakni Transmisi budaya dan identitas sosial pada masyarakat pendhalungan. Artikel ini membahas tentang telah didapatkanya beberapa hal terkait dengan adanya transmisi budaya yang akhirnya berpengaruh pada identitas sosial para masyarakatnya. Karya ini hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Prakrisno Satrio pada tahun 2019.
Hasil penelitian selanjutnya adalah buku karya dari M. Ilham Zoebazary (2017) yang berjudul “orang pendhalungan penganyan kebudayaan di Tapal Kuda”. Hasil penelitian ini berisi tentang pendhalungan yang sexy, orang pendhalungan dan para tetangga, pluralisme, multikulturalisme, dan pendalungan, orang pendalungan dan pluralisme budaya, identitas kultural di Jember, menelisik asal kata pendalungan, orang pendalungan berkesenian, bahasa orang pendalungan, orang pendalungan dan globalisasi, Jember kota pendalungan, pendalungan dan jagat pariwisata, serta pendalungan di luar proses.
Berdasarkan penelitian diatas penulis mendapatkan pendapat-pendapat serta teori terkait dengan pendhalungan sehingga pada pembahasan ini akan di fokuskan mengkaji sejarah kebudayaan pendhalungan yang ada di wilayah Jember. Latar belakang bagaimana terjadinya kebudayaan tersebut hingga latar belakang masyarakatnya serta awal adanya percampuran antara etnis Jawa dan Madura sampai sekarang penyebutan masyarakat tentang perpaduan budaya itu adalah “pendhalungan”.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitin ini metode yang digunakan yakni berupa heuristik, kritik sumber, interpretasi serta historiografi. Selain itu juga menggunakan metodologi sejaran lisan berupa wawancara langsung dengan salah satu tokoh yang menulis tentang kebudayaan pendhalungan di kota Jember. Dengan adanya wawancara tersebut diharapkan peneliti dapat menggali informasi yang mendalam terkait pembahasan yang akan disajikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Istilah Pendalungan berasal dari kata dalung atau dhalung yang berarti “periuk besar dari logam”. Ini adalah metafora untuk menggambarkan keberadaan suatu wilayah yang menampung beragam kelompok etnik dengan latar belakang budaya berbeda, yang kemudian melahirkan proses percampuran budaya. Masyarakat Pendalungan adalah masyarakat hibrida (percampuran Jawa-Madura). Mereka yang lahir di bumi Pendalungan (setiap warga negara Indonesia berhak menjadi bagian integral sebuah etnis atau Bhinneka Tunggal Ika). (Zoebazary, 2017). Pendhalungan ialah pencampuran dari etnis Jawa dan etnis Madura namun tahun berdirinya tidak diketahui secara pasti dan ini Sudah dijelaskan sejak lama dari zaman Majapahit, karena hubungan internal antar masyarakat Jawa dan Madura hinga sekarang. Tetapi secara auntentik masih belum ada yang mengetahuinya. Istilah dari pendhalungan muncul pertama kali di Serat Certhini, di situlah sudah ada tokoh yang mengatakan bahwa beliau bertemu dengan seseorang mendhalungan bukan pendhalungan. Pada masyarakat pendhalungan mempunyai ciri khas tersendiri yaitu adanya perpaduan dari etnis Jawa dan etnis Madura. Orang pendhalungan tidak menyadari bahwa persebaran daerahnya di mulai dari Banyuwangi, Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondoso, Probolinggo hingga Pasuruan yang di sebut sebagai daerah Kapal Kuda. Daerah Kapal kuda ini juga dari Surabaya dan Pulau Madura. Daerah Jember merupakan orang-orang pendhalungan kecuali orang-orang yang berasal dari suku Tengger dan suku Osing. Sisanya ialah orang-orang pendhalungan Jember, Lumajang, dan juga Banyuwangi. Ketiga daerah tersebut pengaruh khas Jawanya sangat kuat yaitu Jawa Mataram. Sedangkan Situbondo, Bondowoso bahasa maduranya lebih kuat adapun daerah Probolinggo dan Pasuruan masih terpengaruh oleh Jawa Arek. Jika dilihat dari adanya 2 perpaduan budaya yang ada di daerah pendhalungan, masyarakat disana sangat menghormati antar perbedaan budaya, bahkan budaya tersebut dapat berjalan dengan selaras karena daerah ini masih sangat relative baru karena orang Jawa tidak tinggal disini,begitupun dengan Madura.
Pada zaman Belanda, di perkebunan Jember dan sekitarnya orang-orang Madura juga Jawa datang untuk menjadi buruh perkebunan, sehingga pada saat itu telah ada perpaduan secara intensif antar dua kebiasaan masyarakatnya. Mengenai adanya kondisi kultural yang berbeda, pasti terdapat perbedaan dalam kehidupanya. Pada prinsipnya kita akan sulit untuk mendeteksi bagaimana kehidupan sehari-hari orang pendhalungan, kecuali benar-benar kita mengadakan penelitian. Misalnya, apakah betul berbeda antara orang Jawa dan orang Madura. Dalam kebudayaan tiap daerah pasti memiliki kesenian yang berbeda di setiap daerahnya, begitupun kesenian yang ada di pendhalungan. Pada dasarnya orang orang Jawa dan orang-orang Madura ingin mengembangkan kesenianya masing masing, maka hiduplah kesenian Jawa dan Madura. Misalnya yang berasal dari Ponorogo tetap mengembangkan kesenian nya yaitu Reog Ponorogo , Jaranan juga begitu tapi ada hal-hal yang terus berkembang karna disini lingkungannya berbeda.
Adapun wayang kulit yang terdapat pada daerah ini juga berbeda dalam hal-hal tertentu yang membedakan adalah dalangnya yakni bukan orang Jawa seperti orang Jawa Tengah. Contoh lain termasuk juga kentongan yang mana ada dari madura telah di bawa kemana mana, tetapi di Jember berkembangang dengan sendirinya, inilah yang kemudian di sebut sebagai kesneian khas masyarakat Jember. Begitupun dengan di daerah Bondowoso juga telah berkembang dengan sendirinya. Hal ini dapat dikatakan sebagai kesenian, karena budaya Jawa dan Madura telah berkolaborasi sehingga menjadikan perpaduan yang khas.
Kebanyakan orang-orang awam menganggap bahwa pendhaluan itu hanya milik kota Jember saja, tetapi mereka tidak mengetahui bahwa cakupan pendhalungan sangatlah luas. Ketertarikan narasumber menulis buku tentang pendhalungan adalah kurang tertariknya masyarakat untuk meneliti budaya Jember, itu yang membuat sang narasumber tertarik, tidak seperti kebudayaan lain seperti Banyuwangi yang sudah banyak di teliti. Kota Jember sendiri telah dinobatkan sebagai kota pengdalungan dengan hal tersebut terdapat kegiatan yang bertajuk pendhalungan yang biasa di gelar di Jember salah satunya ada festival pendhalungan yang biasa di gelar pada kisaran bulan Juni sampai Juli, kemudian ada Pendhalungan Spektakuler yang biasa di gelar di daerah Ambulu dan Kencong pada bulan Mei. Kegiatan tersebut memuat pertunjukan kesenian- kesenian yang ada di masyarakat juga terdapat pameran kerajinan,dan seni lukis.
Masyarakat Jember mayoritas sangat antusis terhadap pendhalunagn sebagai indentitas cultural, karena pada prinsipnya setiap orang mempunyai identitas kultural, jadi jika ada seseorang yang bertanya apa suku kita dan akan sangat aneh apabila masyarakat di Indonesia tidak memiliki Suku. Masyarakat yang tidak begitu mahir berbahasa Madura dan tidak begitu mahir Bahasa Jawa bisa menyebut mereka sebagai masyarakat pendhalungan. Karena bahasa Jawanya tidak kuat, bahasa Madura tidak kuat maka bahasa Indonesia sangat mudah masuk ke dalam masyarakat, berbeda dengan daerah yang Bahasa aslinya kuat contohnya di kediri anak-anak menggunakan bahasa Jawa semua. Sumenep mayoritas berbahasa Madura semua, namun disini para masyarakatnya menggunakan bahasa campuran. Maka jika dianalogikan seperti adanya identitas itu berlapis lapis tidak tunggal, suatu ketika seseorang menyebut dirinya sebagai orang islam,suatu ketika menyebut dirinya orang Jawa dan suatu ketika menyebut dirinya sebagai orang pendhalungan tergantung kebutuhan, suatu ketika seseorang menyebut dirinya dosen. Jadi identitas itu tidak tunggal melainkan berlapis lapis tergantung kebutuhan, tetapi dalam hal tertentu kita boleh menyebut kita orang pendhalungan seperti itu.
Dampak yang diperoleh masyarakat dengan dijadikannya Jember sebagai kota pendhalungan yang pertama yaitu mempunyai identitas kultural yang jelas bahwa orang-orang tersebut adalah masayarakat pendhalungan, dengan menyebut diri sebagai masyarakat pendhalungan disitu ada unsur Jawa, Madura dan yang lain maka kebudayaan yang ada itu hidupkan bersama sama sehingga tidak perlu menganggap yang satu lebih superior dari yang lain karna semua kebudayaan itu sama sejajar. Pada budaya pendhalungan ini juga memiliki sebuah paguyuban tersendiri, di Jember ada Rumah Budaya pendhalungan, rumah budaya pendhalungan ini adalah rumah yang seperti sanggar yang mengurusi kesenian, kemudian ada komunitas pendhalungan. Komunitas pendhalungan mencakup beberapa komunitas antara lainya rumah budaya pendhalungan. Tetapi letak dari kedua rumah budaya pendhalungan dan Komunitas pendhalungan ini markasnya di Ajung tepatnya di warung Rembang, sanggarnya terletak di belakang warung Rembang, di tempat itulah masyarakat pendhalungan berkumpul dan mengadakan pertunjukan.Komuntas pendhalungan terdiri dari grup kesenian reog, wayang kulit dan banyak lagi. Masyarakat sekitar bersama-sama diskusi disana mengembangkan bagaimana menjadi orang pendhalungan serta mengembangkan kesenian masin-gmasing. Selain itu terdapat proses terbentuknya paguyuban rumah budaya Jember yang diawali oleh komunitas pendhalungan itu terdiri dari berbagai unsur Wayang, Reog dan kesenian yang lain.
Dengan unsur-unsur tersebut terbentuklah komunitas yang bernama komunitas pendhalungan semacam dewan pendhalungan. Masing-masing memiliki sanggar dan memiliki kepengurusan sendiri seperti Reog, Wayang, rumah budaya pendhalungan juga jaranan.Wakil-wakil yang berkumpul di komunitas pendhalunagan bukan hanya yang memiliki sanggar saja, akan tetapi mereka yang tidak memiliki sanggar juga bisa ikut berkumpul.Perkembangan masyarakat pendhalungan dari awal dulu sampai sekarang mengalami dinamisasi seperti daerah-daerah kebudayaan yang lain tentu saja mengalami perkembangan. Pada daerah pendhalungan ini mereka makin menyadari terutama setelah PEMKAB menyatakan Jember sebagai kota pendhalungan, kesadaran mengenai pendhalungan itu mulai muncul sehingga segala sesuatunya mulai terencana. Pada daerah Probolinggo juga mereka mengembangkan budaya pendhalungan mereka setiap tahun mengadakan kegiatan yang bertajuk pendhalungan seperti membuat busana yang khas pendhalungan di Situbondo. Adapun masyarakatnya menganggap dirinya pendhalungan dan mereka mempunyai tari khas pendhalungan. Jadi daerah-daerah ini adalah pedhalungan tetapi mereka bebas mengembangkan budayanya tidak harus seragam. Sama dengan Solo dan Yogja, Yogya berbeda sekali dengan Solo, wayang kulitnya berbeda, Ketopraknya berbeda tetapi mereka sama-sama orang Jawa. Jadi pada perkembangannya sendiri masyarakat semakin menyadari bahwa orang pendhalungan mengarah kepada kebudayaan pendhalungan, dengan adanya budaya pendhalungan ini terdapat dewan-dewan yang turut serta mengeksiskan budaya tersebut melalui komunikasi yang baik antar daerah.
KESIMPULAN
Adanya kebudayaan pendhalungan yang telah memadukan dua kultur budaya yang berbeda yakni Jawa dan Madura belum diketahui secara pasti kapan berdirinya, tetapi diperkirakan sudah ada sejak zaman Majapahit. Kebudayaan pendhalungan ini sebagai identitas bagi para orang-orang pendatang yang tidak memiliki budaya terlalu Jawa dan Madura sehingga dinamakan “pendhalungan” karena didalamnya sendiri telah berpadu baik dari unsur kesenian, tata sosial, kebudayaan serta bahasa atau logat yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan masyarakat pendhalungan dari awal dulu sampai sekarang mengalami dinamisasi seperti daerah-daerah kebudayaan yang lain tentu saja mengalami perkembangan. Pada daerah pendhalungan ini mereka makin menyadari terutama setelah pemerintah kabupaten menyatakan Jember sebagai kota pendhalungan, kesadaran mengenai pendhalungan itu mulai muncul sehingga segala sesuatunya mulai terencana. Jika dilihat dari sosio-kulturalnya wilayah kebudayaan Pendhalungan ini dibedakan menjadi 3 kelompok yakni : di wilayah Pasuruan, Probolinggo masuk kedalam pendhalungan Barat, wilayah Situbondo dan Bondowoso masuk dalam pendhalungan Timur, serta wilayah Lumajang, Jember, Banyuwangi masuk dalam pendhalungan Selatan. Dari adanya kebudayaan ini telah melahirkan perpaduan seni seperti Jaranan, Ludruk, Ketoprak, Musik Patrol, Reyog, Campursari, Wayang Kulit.
1 komentar untuk " Sejarah Kebudayaan Pendhalungan di Jember"
Jika ada yang ingin disampaikan, silahkan tinggalkan pesan dikolom komentar :)