Tradisi Tulis di Luar Istana : Tradisi Tulis di Bali, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan

tradisi tulis di luar istana

Banyak cara untuk mewariskan tradisi sejarah, salah satunya dengan menulis. Menulis dapat dijadikan salahs satu cara agar sejarah tidak hilang ditelan oleh masa.

Setelah beberapa hari yang lalu admin membahas tentang tradisi tulis di dalam istana, pada kesempatan ini admin akan memberikan sedikit penjelasan tentang tradisi tulis di luar istana.

Macam - Macam Tradisi Tulis di Luar Istana

Indonesia memiliki keragaman budaya di berbagai daerah. Indonesia memiliki beratus-ratus bahasa daerah ynag memiliki aksara dan tradisi naskah yang berbeda.

Ada berbagai macam tradisi di Indonesia, salah satunya adalah kekayaan khazanah tradisi tulis yang berkembang di berbagai daerah. Tradisi tulis naskah rakyat tersebut sebagian besar berkembang di daerah yang tidak berada di bawah kekuasaan kerajaan.

Naskah-naskah warisan leluhur tersebut ditulis dengan berbagai aksara dan media. Naskah-naskah kuno tersebut berisi ajaran keagamaan, filsafat, kesusastraan, puisi, drama, sejarah, dan perjanjian hukum. Naskah-naskah tersebut ditulis menggunakan berbagai huruf.

Misalnya, huruf Pallawa, huruf Kawi, huruf Jawa, huruf Sumatera Selatan, huruf Sunda kuno, huruf Melayu kuno, huruf Sunda Jawa, huruf Batak, huruf Arab gundul, dan huruf Makassar.

Meskipun ada beberapa daerah di Nusantara yang tradisi naskah tradisionalnya telah punah, namun di daerah Bali dan Sulawesi Selatan tradisi tersebut masih tetap dilestarikan hingga saat ini. Berikut merupakan beberapa tradisi tulisan di berbagai daerah di Indonesia.

a. Tradisi Tulis di Bali

tradisi mabasan bali
Tradisi mabasan di Bali

Tradisi tulis tertua di Bali bersumber dari tradisi tulis istana dan prasasti batu serta lempeng tembaga. Dalam perkembangannya, naskah kesusastraan Bali ditulis pada daun lontar. Tradisi tulis di Bali dipengaruhi tradisi tulis masa Kerajaan Majapahit di Jawa.

Syair dan prosa mengenai agama dan sejarah yang ditulis di Jawa dialihkan ke Bali pada abad ke-10 sampai abad ke-16. Sampai abad ke-16 kesusastraan Bali didasarkan atas cerita Ramayana dan Mahabharata.

Karya-karya tersebut masih disalin dan dibacakan pada acara mubasan hingga saat ini. Mulai abad ke-16 diciptakan berbagai naskah bertema keindahan alam, persatuan, dengan dewa, perbintangan, pengobatan, penanggalan, silsilah, mantra, syair, dan kisah-kisah keagamaan. Kisah-kisah tersebut ditulis dalam bentuk kidung (nyanyian), geguritan (puisi), dan parikan (pantun).

Di Bali, setiap naskah memiliki dewi pelindung, yaitu Dewi Saraswati (dewi pengetahuan). Setiap hari raya Saraswati (puja Saraswati), semua naskah akan dibersihkan dengan air suci oleh pedanda yang memimpin upacara. Tujuan dibersihkannya naskah tersebut agar semua roh-roh atau aura jahat yang terdapat didalam naskah tersebut dapat dimusnahkan, sehingga naskah tersebut menjadi suci kembali.

b. Tradisi Tulis di Sumatera Selatan

naskah gelumpai sumsel
Naskah gelumpai

Naskah di Sumatera Selatan ditulis di atas kulit kayu, bambu, batang rotan, lempeng tembaga, kertas, dan tanduk kerbau. Hurug yang dipakai pada tradisi tulis di Sumatera Selatan adalah aksara Kerinci, aksara rencong Rejang, dan aksara Lampung. Naskah tertua dari Sumatera Selatan ditulis menggunakan huruf Lampung pada tahun 1630.

Saat ini naskah tersebut disimpan di Perpustakaan Bodleian di Universitas Oxford, Inggris. Menurut Petrus Voorhove, huruf Sumatera Selatan dipengaruhi oleh aksara Jawa. Namun, huruf Jawa tersebut sudah disesuaikan dengan media penulisan naskah.

Huruf Jawa yang cenderung menggunakan garis melengkung diganti menjadi bentuk bersudut. Hal ini disebabkan adanya penyesuaian dengan media tulis berupa bambu dan tanduk.

Tema naskah Sumatera Selatan adalah cerita kepahlawanan, perjanjian hukum, pantun, silsilah, syair mistik Islam, mantra-mantra, syair cinta, dan pengobatan tradisional. Misalnya, teks Saribu Maksa (Buku Seribu Pertanyaan) dan syair cinta seperti gelumpai.

c. Tradisi Tulis di Jawa Barat

naskah sawaka darma
Naskah Sewaka Darma

Naskah di Jawa Barat ditulis di atas daun palem, bambu, dan kertas. Huruf yang dipakai pada tradisi tulis di Sunda adalah aksara Sunda Kuno, aksara Sunda Jawa atau (Cacarakan), Arab gundul, dan aksara Latin. Huruf Sunda kuno ditemukan pada naskah yang ditulis sebelum abad ke-18. Naskah berhuruf latin mulai ditulis pada akhir abad ke-19.

Naskah tertua dari Sunda, ditulis pada abad ke-15 dan abad ke-16. Naskah-naskah tersebut disimpan di Kabuyutan, yaitu pusat kegiatan intelektual. Adapun beberapa naskah yang disimpan di Kabuyutan antara lain, Kunjarakarna, Sanghiyang Hayu, Sanghiyang Siksakandang Karesian, Amanat dari Galunggung, Sewaka Darma, Carita Parahiyangan, Bujangga Manik, dan Pantun Ramayana.

Setelah agama Islam masuk, berkembang tradisi tulis naskah dalam bahasa Arab gundul. Misalnya, dalam Carita Parahiyangan dan Wawacan Ningrum Kusumah. Wawacan adalah cerita dalam bentuk syair yang dinyanyikan pada acara tertentu.

Pada abad ke-19 mulai ditulis berbagai cerita rakyat tradisional. Hal itu didorong oleh kebijaksanaan pemerintah Belanda untuk memelihara tradisi tulis Sunda. Caranya dengan penggunaan bahasa Sunda menjadi bahasa tulisan. Beberapa cerita rakyat yang ditulis dalam bentuk naskah adalah Manggung Kusuma, Mundinglaya di Kusuma, Munding Jayamantri, Ciungwanara, dan Lutung Kasarung.

d. Tradisi Tulis di Sulawesi Selatan

Setelah adanya budaya tulis, Tradisi tulis naskah mulai berkembang dengan pesat di Sulawesi Selatan. Seperti, di kalangan suku Mandar, suku Bugis, dan Makassar. Setiap suku di Sulawesi Selatan memiliki ragam kesusastraan yang lengkap karena memiliki bahasa dan adat istiadat yang berbeda-beda.

Aksara yang dipakai pada tradisi tulis Sulawesi Selatan adalah aksara Makassar, aksara Bugis, aksara Arab, dan aksara Latin. Di kalangan suku Mandar berkembang tiga tradisi tulis, yaitu kalindaqdaq, pappasang, dan tilapayo.

Kalindaqdaq adalah kumpulan syair empat baris. Pappassang adalah tulisan mengenai nilai-nilai adat istiadat setempat. Tilapayo adalah lagu cinta tradisional.

Tradisi tulis suku Makassar berisi catatan-catatan sejarah Kerajaan Goa dan Talo. Catatan sejarah itu disebut patturioloang. Selain itu, terdapat tradisi tulisan lontaraq bilang (catatan harian), rapang (tulisan tentang peraturan adat), rupama (kisah-kisah yang lucu dan menghibur), nyanyian upacara keagamaan, buku hukum, legenda, silsilah, cerita pendek, elong (syair pendek), dan sinrilig (epos kepahlawanan setempat).

Tradisi tulis Makassar telah berkembang dengan sangat maju. Hal itu ditunjukkan dengan adanya sebuah naskah terpanjang di dunia, yaitu epos I La Galigo. Menurut Robert Wilson, I La Galigo dianggap sebagai kesusastraan terbaik di dunia.

Naskah epos kepahlawanan setebal 6.000 halaman tersebut berisi kisah di Kerajaan Luwu pada masa pra-Islam. Tulisan  I La Galigo sangat mengedepankan objektivitas dan fakta sejarah.

Pada saat ini, naskah I La Galigo tersebut diterjemahkan ke berbagai bahasa. Adapun beberapa tradisi tulis Makassar yang lainnya yaitu ottoriolong (kronik sejarah), lontaraq bilang (catatan harian), dan toloq (syair sejarah kepahlawanan). Di Makassar banyak ditulis teks keagamaan dengan mengambil cerita dari Al-Qur'an. Salah satunya adalah teks ahli sufi abad ke-17, yang bernama Syekh Yusuf.

Penutup

Pada saat ini telah banyak khazanah sumber-sumber tradisi tulis seperti cerita rakyat serta adat istiadat yang sudah mulai punah. Oleh karena itu, diperlukan tanggung jawab bersama untuk melestarikan tradisi tulis di Nusantara. Upaya untuk melestarikan tradisi tulis dapat dilakukan dengan ikut melestarikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya, dengan cara mengumpulkan dan memelihara berbagai naskah tradisi tulis yang ada di lingkungan masyarakat dan melakukan upaya penerjemahan naskah-naskah kuno ke dalam bahasa Indonesia (transliterasi). Semoga saja salah satu upaya ini dapat menjadi penguat, serta pondasi yang kokoh agar sejarah-sejarah yang ada di Indonesia tidak punah dan tidak hilang dari peradaban dunia.

Demikianlah pembahasan mengenai tradisi tulis di luar istana. Semoga pembahasan tersebut dapat memberikan pelajaran dan pengetahuan tentang sejarah serta menambah wawasan dalam informasi sejarah.

1 komentar untuk "Tradisi Tulis di Luar Istana : Tradisi Tulis di Bali, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan"

Comment Author Avatar
terimakasih, artikelnya membantu dalam mengerjakan tugas sekolah

Jika ada yang ingin disampaikan, silahkan tinggalkan pesan dikolom komentar :)